Bab 8 Lamaran yang Gagal

by Abarakwan 06:40,Dec 16,2020
"Sungguh omong-kosong!! Kalau ada yang bilang bahwa mahluk dengan ego tertinggi adalah pria!! Karena wanita jauh lebih egois dari pria!!" Ucap Jaxon frustasi dan merebahkan dirinya di atas kasur kamar Hendrick di San Jose, "aku mendapatkan tiket Maroon5 dengan mengancam beberapa promotornya, karena sebenarnya konser itu sudah sold out! Dan kau tahu apa balasan Maggie saat aku memberinya dua tiket konser itu??" Suara Jaxon meninggi, persis seperti seorang ABG yang sedang puber, "ia langsung menelpon temannya di Philadelphia untuk datang, menonton konser itu dengannya."

"Aku dibiarkan sendiri sedangkan ia dan temannya bersenang-senang!"

"Ide melamar sambil menonton konser adalah kebodohan mutlak!!" Keluhnya dan memejamkan matanya.

"Maggie di rumahmu?" Tanya Hendrick bersimpati.

"Ya.. Dan ia hangover, tadi malam kami bertengkar, dan ia menghabiskan semua white wine di kulkasku" jawabnya pelan. Sepertinya mengenal perempuan adalah titik kejatuhanku. Semenjak aku mengenal Maggie kenapa aku jadi bodoh. Kalau sampai suatu saat aku merasa jenuh, aku akan meninggalkannya dan mencari wanita lain. Persetan dengan cinta.

"Kau dengan kompleksitas cintamu, Jax!!" Ledek Hendrick dan berbaring di samping Jaxon,"aku dengan kompleksitas klienku!!"

"Nyonya Mallory? Ada apa lagi dengannya?" Jaxon bertanya malas. Ia bersimpati kepada Hendrick yang menjadi korban kegalauannya selama ini. Hendrick harus mengurus banyak kasus di waktu bersamaan.

"Suaminya, Fredrick Fernando menggugat cerai karena menuduh Mallory seorang penyihir dan menuduhnya menyembunyikan Sofia Fernando--anak semata wayang mereka. Aku sudah pernah menceritakannya, man."

"Well... Itu benar-benar kompleks man!!" Jawab Jaxon bersimpati.

"Dan kau tahu.. Apa yang terjadi kemarin?" Ucap Hendrick pelan dan mengembuskan napas kasar-frustasi.

"What?" Jawab Jaxon penasaran dan berbalik menghadap Hendrick sambil berbaring. Setidaknya dengan menunjukkan rasa simpati dan penasaran, Hendrick akan lebih lega.

"Ia bilang... Ia tahu keberadaan Sofia, namun tidak bisa mengambilnya sendiri, ia memastikan Sofia dalam keadaan sehat--menyangkal tuduhan Fred bahwa Sofia sakit. Anak gadis itu memang terlihat lebih pucat dibanding anak normal lainnya, well... Lihatlah Ibunya, pucat seperti mayat!! Ya Tuhann!!" Desah Hendrick yang justru dibalas oleh suara tawa kencang dari Jaxon.

"Lalu.. Menurutmu, apakah Mallory seorang penyihir?" Ejek Jaxon, "wanita yang berhasil menyihir hatimu." Tawa Jaxon pecah setelahnya. Ia menyumpahi Hendrick agar ia jatuh cinta dengan kliennya. Mereka akan jatuh ke lubang yang dalam bersama-sama.

"Kau membuatku gila!! Sekarang kau pikir baik-baik!! Bagaimana mungkin seorang Ibu yang kehilangan anak satu-satunya bisa setenang Mallory? Dan ia dengan santainya berkata, bahwa Sofia, putrinya aman dan sehat berada di sebuah tempat yang tak bisa ia datangi!!" Geram Hendrick tak menanggapi kalimat terakhir Jaxon.

"Lalu... Apa rencanamu?" Tanya Jaxon, bersimpati kembali dengan kawannya yang berada di ambang frustasi.

"Rencanaku, melibatkan seorang pengacara kondang California dengan wajah tak tercela dan berdarah Filipina,--well pria itu adalah KAU!"

"Apa yang kau mau dariku?" Tanya Jaxon penasaran.

"Pengacara Tuan Fredrick Fernando adalah Maribeth, penggemarmu--atau harus kubilang,-stalker setiamu!!" Hendrick menahan tawa, "kalau kau bisa mengorek informasi dari Mary mengenai pengakuan Fred tentang Molly- itu akan sangat membantuku, Man...!! Setidaknya aku akan tahu, klienku seorang penyihir atau tidak!"

"Hmmm... Wanita itu!!"Jaxon mendengus kesal, "tak adakah jalan lain?" Ia alergi dengan perempuan seperti Marybeth. Wanita yang mempertontonkan kemolekan tubuhnya di depan orang banyak, perempuan tanpa rasa malu, pikirnya.

"Nope..! Ayolah!! Demi persahabatan kita, demi firma kita!! Demi kewarasanku!!" Hendrick memohon dengan wajah yang memelas, "dan aku berjanji dengan nyawaku--aku akan membantu lamaranmu kepada Maggie, dan tak akan berhenti sebelum kata "yes" terucap dari bibirnya... Bagaimana?"

"Asal kau berjanji membantuku melamar Maggie!!" Ucap Jaxon sedikit mengancam. Sebenarnya ia sudah putus asa dengan Maggie. Perempuan itu terlaku keras kepala. Jaxon bahkan sempat berpikir, apabila Nyonya Mallory adalah penyihir, bagaimana kalau ia meminta bantuan penyihir itu menaklukkan Maggie.

"Kujamin.. Kau akan langsung diterimanya menjadi suami!!" Janjinya dan tersenyum jahil ke arah Jaxon.

"Haaaaargggghhhh!!" Desah Jaxon, "kau memintaku bermanis-manis dengan Marry!! Ah... Ia selalu menyebalkan!! Menjijikan! Tangannya yang berwarna-warni dengan cakar yang tajam pasti akan menggerayangiku!"

"Ia seorang manusia bukan serigala, manusia tak punya cakar kawan!"

"Sama saja! Arggg!"

***

Pria dengan setelan tuxedo serba hitam berjalan berdampingan dengan pria pirang bertuxedo putih gading. Keduanya berjalan dengan tegap memasuki sebuah Lobby hotel ternama di California. Acara penggalangan dana, salah satu program tahunan-firma yang dimiliki duo pengacara adonis, yang saat ini telah melangkahkan kakinya masuk ke ruangan acara diadakan. Puluhan kilatan cahaya, para reporter mengabadikan moment dua rekan kerja seprofesi itu saat memasuki venue, Jaxon dan Hendrick tersenyum simpul. Kewajiban merekalah untuk menghadiri acara ini, namun tersimpan sebuah misi penting atas kedatangan keduanya tahun ini.

Jaxon melihat sekeliling ruangan, mencari sosok wanita berambut kemerahan yang menggunakan riasan tebal. Merah, itulah warna favoritnya, kemungkinan besar itulah warna gaun yang akan dipakainya malam ini.

"Arah jam tiga!!" Bisik Hendrick yang sejak tadi berdiri santai di samping Jaxon.

Jaxon mengangguk, "I'm up for action!" Ucapnya pelan dan berjalan meninggalkan Hendrick. Pria pirang ber- tuxedo putih itu pun mencari tempat duduk yang telah dipersilahkan panitia untuknya dan Jaxon. Ia mengangkat tangan kanannya ke arah seorang pelayan, dan mengambil white-wine di atas nampan yang dibawa oleh pelayan berseragam putih itu, sambil tersenyum.

"Cheers!!" Ucapnya pelan kepada dirinya, mendoakan keberhasilan rekan sekaligus sahabatnya dalam mengorek informasi tentang kliennya, Molly.

Hendrick memutar kepalanya ke arah Jaxon yang berjalan mendekati sosok wanita bergaun merah menyala, warna gaun yang sama persis dengan warna rambutnya yang terurai namun tertata dengan elegan. Wanita itu-Maribeth atau Marry, penggemar Jaxon sedari mereka lulus kuliah dah merintis karir lawyer mereka. Hampir di setiap event, Mary akan hadir, rela merogoh koceknya untuk hanya berkata "hai" kepada seorang Jaxon.

Sosok Marry tersenyum lebar saat melihat Jaxon berjalan mendekatinya, "ah... Jaxon dan pesonanya... selalu meluluhkan hati semua wanita. Kecuali Maggie mungkin," batin Hendrick dan tertawa kecil, ia menghirup aroma anggur putih berumur puluhan tahun di tangannya sambil mengamati Jaxon dan Marry, yang berdiri sepuluh meter dari tempatnya duduk. Beruntung ia tak terhalang apapun untuk mengawasi.

Ia melihat Jaxon yang menyapa ramah Marry dari kejauhan, Marry terlihat terkejut dengan keberuntungannya. Tak pernah sekalipun seorang Jaxon-pria jenius sekaligus tampan-menyapa dan tersenyum kepada seorang pengacara junior seperti Marry.

Beberapa kali terlihat Marry tersipu dan menunduk saat Jaxon menyentuh tangan atau bahu terbukanya. Hendrick menghabiskan winenya dan berdiri, ia terlalu penasaran untuk menunggu dan duduk tidak melakukan apapun. Hendrick berjalan perlahan menuju Jaxon dan Marry yang sedang bercengkrama dengan dekat.

Download APP, continue reading

Chapters

99