Bab 12 Pengakuan Molly

by Abarakwan 07:22,Dec 16,2020
Seorang pria pirang berteduh sesaat di bawah sebuah pelataran toko downtown San Jose, ia berangkat pagi-pagi sekali untuk memenuhi janji sepihak yang dibuat oleh sang klien. Sang pirang mengeluarkan ponsel canggihnya dan mengecek alamat yang kemarin dilacaknya. Alamat seorang Mallory - sang wanita terduga penyihir-kliennya.

Kemarin, saat ia mengangkat dering ponselnya dengan heran sekaligus penasaran, karena sang klien misterius yang tak pernah menghubunginya, menelpon. Hanya satu kata yang sempat terucap, saat pria itu mengangkat ponselnya, hanya sebuah "hello?". Wanita itu berbicara dengan cepat mengenai keinginannya bertemu dengannya hari ini, dan sesaat setelahnya sambungan teleponnya terputus dari satu pihak.

Seorang Hendrick--pria pirang dengan koleksi barisan mantan, para supermodel, di "hang-up" oleh seorang wanita misterius sekaligus terduga penyihir. Sontak hal tersebut membuat pecah tawa Jaxon, karena mereka berdua sedang menyelidiki keberadaan Maggie-kekasih Jaxon yang pergi entah kemana. Bahkan Jaxon yang sedang gundah-gulana sampai tertawa terbahak-bahak.

Dilihatnya alamat sang klien yang ternyata tinggal di sebuah apartemen tak layak huni tak jauh dari tempatnya berdiri. Hendrick meletakkan kembali ponselnya kedalam jaketnya, gerimis di pagi hari downtown San Jose benar-benar membuatnya kesal. Terbiasa dengan penampilan prima--Hendrick akan sangat risih jika harus basah-basahan karena hujan. Rambutnya akan bau, jaketnya juga akan berbau apek. Ia memutuskan untuk menunggu hujan reda.

Pukul 9.40, dua puluh menit sebelum waktu yang di tentukan kliennya untuk bertemu, namun gerimis tak kunjung reda. Hendrick mengumpat kencang dan menembus rintikan hujan. Sepanjang jalan Hendrick mengumpat kesal atas baju dan pakainnya yang basah terkena hujan.

"Awas saja penyihir itu!! Membuat hariku menyebalkan sepagi ini!!" Gumamnya kesal saat celana cargo hitamnya terkena cipratan genangan air di jalan. Ia harus melaundry celana favoritnya, ia akan pastikan Jaxon yang membayar billnya.

Sebuah bangunan tak terawat berdiri kokoh, walau beberapa catnya terkelupas. Bangunan lima lantai di depannya menambah rasa jengkel Hendrick yang terus memuncak saat ia melangkahkan kaki di atas jalan beraspal yang banyak genangan air kotornya.

"Awas saja kalau ada tikus!! Yaa Tuhan!! Dosa apa aku harus melangkah ke dalam bangunan ini!" Ucapnya sesaat sebelum memasuki apartemen kumuh itu. Hendrick menaiki anak tangga sampai ke lantai tiga- tempat kliennya tinggal dan berjalan menuju pintu dengan nomor 304, lalu mengetuknya.

Pintu kayu usang di depannya terbuka dan memperlihatkan sesosok wanita tiga puluhan dengan wajah sangat pucat dan rambut hitam lurus tergerai. Wanita yang menggunakan terusan berwarna biru tua itu adalah kliennya- Mallory Citral Elizabeth, atau sesuai dengan keinginan wanita tersebut, dipanggil Molly.

Molly membalikkan badannya dan duduk di atas kursi panjang berwarna hijau lumut. Alis kanannya terangkat sambil memandang Hendrick yang masih berdiri kaku di pintu apartemennya.

"Kau mau berdiri sampai kapan?" Tanya Molly dan berhasil menyadarkan Hendrick dari lamunannya. Hendrick berjalan masuk dan duduk di samping Molly dengan jarak dua seat.

"Apa yang membuatmu memintaku datang ke..." Ucap Hendrick menggantung, matanya melihat keseluruhan isi ruangan tersebut, "apartemen?" Tuntasnya dengan nada bertanya, tak yakin dengan ruangan tempat kliennya tinggal bisa didefinisikan sebagai apartemen atau tidak.

"Aku ingin memberitahumu--bahwa aku tak pernah menculik Sofia, ia diculik seseorang saat kami tertidur - disuatu malam," jelas Molly tanpa basa-basi. Hendrick mengangguk pelan dan memandang wajah Molly yang terlihat tegang. Kulitnya yang memang pucat terlihat lebih pucat, tak ada warna sama sekali dalam wajahnya. Bahkan bibirnya tak ada rona merahnya sama sekali.

"Yang menculik Sofia adalah kakak kandungku!" Lanjut Molly dan akhirnya memandang Hendrick.

Kaget. Saat Molly memandang Hendrick tepat di manik matanya, Hendrick seakan mematung dan memandang wajah Molly penuh tanda tanya. "Benarkah wanita di depannya adalah seorang penyihir?" Batinnya ragu. Molly terlihat seperti seorang perempuan yang rapuh dan membutuhkan pertolongannya.

"Jangan memandangku dengan mata itu Tuan Hawkin!" Ucap Molly ketus dan memalingkan wajahnya, "aku sedang tidak tertarik dengan romansa!"

Hendrick mengalihkan pandangannya menuju karpet usang di atas lantai. "Bagaimana mungkin? Apa alasannya?"

"Oh... Tuan Hawkin, aku harus menceritakan dari awal mengenai kasus ini kepadamu." Molly berdiri dari tempat duduknya dan berjalan memasuki sebuah ruangan, tak lama setelahnya ia berjalan kembali membawa sebuah gelas berisi air putih, dan memberikannya kepada Hendrick.

"Aku lahir dengan sebuah kekuatan yang menempel kepadaku, kekuatan atau kutukan--akupun tak tahu." Molly menempati tempatnya duduk beberapa menit yang lalu. "Sejak kecil aku bisa berbicara dengan mahluk dari dimensi lain- dimensi arwah."

"Kau benar-benar penyihir?" Tanya Hendrick tetap tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Entahlah... Aku tak memiliki kekuatan untuk merubahmu menjadi katak... Itukah pengertian penyihir untukmu?" Molly menghela nafasnya-berat, "satu-satunya perbedaanku dengan orang lain adalah... Aku berbicara dengan arwah. Hanya itu."

"Apa yang kulakukan dengan mantra-mantra pada Sofia adalah saran dari kawan arwahku," lanjut Molly, "mantra dan lukisan di tubuhnya adalah mantra pelindung dirinya, kawanku sudah lama mengetahui--bahwa Sofia akan menjadi incaran banyak pihak, ia memberitahukanku untuk melukis dan membacakan mantra pelindung untuknya."

"Ka... Kau?" Hendrick terbata dan kaget, apakah teman arwahnya memberitahukan bahwa ia dan Jaxon telah mencari informasi tentang dirinya?

"Tentu saja Tuan Hawkin, bahkan ia memberitahukanku apa yang ada di kepalamu saat ini." Molly menjawab pertanyaan yang tak terucap oleh Hendrick dengan wajah datar, kecuali matanya. Mata biru tua Molly memandang Hendrick dengan menantang--seakan mata itu bisa membaca dan melihat semua yang terjadi di dunia dan dimensi lain.

"Aku mencari tahu, untuk membantumu Nyonya Mallory.." Ucap Hendrick yang langsung disela.

"Oh.. Cut the formality!! Panggil aku Molly!"

"Baiklah.. Maksudku Molly. Aku bermaksud mencari informasi dari pengacara suamimu. Bahkan kawanku..."

"Tuan Jaxon..ml Maksudmu?" Sekali lagi Molly menyela ucapan Hendrick, "aku tahu apa yang terjadi Tuan Hawkin... Bahkan aku mengetahui apa yang kau dan si jenius Jaxon itu tak ketahui!!"

"Call me Hendrick!!" Hendrick menghela nafas pelan menyerah dengan tabiat sang empunya rumah, atau apartemen... Atau motel... Atau... Apalah bangunan ini disebut, "jadi beritahu aku hal-hal yang bisa membantumu! Berikanlah informasi mengenai penculikan anakmu!! Karena semua penyidik dari kepolisian telah mencurigaimu!! Sikapmu yang tak bersahabat dan tuduhan juga bukti yang suamimu bawa, semuanya memberatkanmu!"

"Aku tahu... " Molly menunduk dan memainkan jari-jari di kedua telapak tangannya, "aku tahu... Dan aku akan berkerjasama, aku akan menceritakan semuanya!"

Molly memandang Hendrick dengan mata sendu, ia terlihat sangat tidak sehat. Matanya sedikit berair dengan seluruh tubuh berwarna putih pucat. Bibirnya kering dan ada lingkaran hitam di bawah matananya. Perempuan ini betul-betul membutuhkan pertolongan.

Download APP, continue reading

Chapters

99