Bab 5 Gemetar

by Purn. Kenzi Kusyadi 12:05,Aug 19,2020
"Profesor, cepatlah,... aku sudah tidak tahan ..." Tubuh Vania sedikit gemetar. Bahkah suaranya sampai terengah - engah. Kenzi, yang dikendalikan oleh nafsunya, apakah masih memiliki kemampuan untuk berpikir setelah mendengar kata-kata itu?

Tangannya memegang erat kedua buah payudara montok dan meremasnya dengan kuat. Remaja usia 20 tahun dengan kulit yang mulus. Sentuhannya lembut dan hangat.

Kenzi kehilangan nalarnya. "Maaf, istriku, maafkan aku, tapi tolong percayalah bahwa kamu adalah satu-satunya yang aku cintai ..."

Dia menutup matanya lagi. Lengannya memeluk erat tubuh yang montok dan lembut itu. Lidahnya berenang dan menyusuri payudara yang montok, hingga ke perutnya yang rata.

Dia tidak punya alasan untuk melepaskan hal yang indah seperti ini, dan tidak memiliki alasan untuk melewatkan setiap jengkal tubuhnya. Tetapi saat melakukan hal itu, pandangannya teralihkan pada sesuatu. Yaitu adalah foto dirinya dengan istrinya yang sedang tersenyum lembut tergeletak di atas mejanya. Senyuman Yuna seperti bayonet, yang menembus dada Kenzi sangat dalam.

Meskipun itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh rasa bersalahnya. Tapi perasaan itu tidak bisa dihapus. "Istriku, aku pasti tidak akan mengkhianatimu, ini hanyalah naluri laki-laki ..." Kenzi menjatuhkan foto itu, dan rasa bersalahnya menghilang seketika setelah tidak melihat senyum lembut itu.

Kemudian, dalam pengaruh nafsu, serta dengan inisiatif dari Vania. Keduanya berciuman.

"Ding dong..."

Di saat yang sama, suara itu mengganggu Kenzi yang sedang mabuk. Suara yang sangat dikenalnya, ya itu adalah suara pesan WeChat miliknya.

"Dik Vania, tunggu sebentar ..." Kenzi mengendurkan lengannya yang tengah memeluk Vania. Karena kehilangan topangan, tubuh Vania bergoyang maju mundur, dan payudaranya yang montok bergerak naik turun.

"Ada apa, Profesor?"

"Maaf, aku harus memastikan sesuatu."

Kenzi menyalakan teleponnya, dan melihat kalau itu adalah pesan dari pembantunya: "Saya telah memandikan nyonya di pagi hari, dan masih belum ada gerakan."

"Panggilan……"

Kenzi menghela nafas lega, dan alisnya yang mengerut mulai mengendur. "Mengapa aku merasa lega ketika dia mengatakan bahwa istriku tidak bergerak? Pria sepertiku ..." Kenzi menghela nafas dalam hati.

Dia tersenyum pahit dan membetulkan pakaian Vania.

"Maaf Vania, kita berhenti di sini ..."

"..."

Meskipun Vania bingung, dia memilih untuk merasa lega.

"Baiklah, aku mengerti ……"

Karena saat ini, Kenzi telah mendapatkan kembali ketenangan yang dimiliknyai saat mengajar. Tetapi dia tidak segera pergi dari sana. Sebagai gantinya, dia duduk di meja Kenzi, membuka kakinya, memperlihatkan kaki indahnya yang ramping dan proporsional serta vaginanya yang ditutupi oleh celana dalam berenda.

"Hari ini, aku telah menemukan apa yang anda inginkan, profesor, dan aku puas ...", Setelah berbicara begitu, Vania berdiri dengan senyum yang menawan, dan meninggalkan kantor dengan penuh aroma hormon.

"Keinginanku? Dalam waktu sesingkat itu, kamu sudah memahami keinginanku?"

Kenzi bergumam tanpa suara, tetapi kemudian dia melihat noda cair di meja tempat Vania duduk. Dia menyentuhnya perlahan dan menggosoknya dengan hati-hati. Kenzi, yang sudah menikahpun, tidak tahu noda apa itu.

Dia menggelengkan kepalanya, mengambil foto yang tadi jatuh, dan melihat istrinya di foto itu lagi. Tapi tanpa sadar tangannya gemetar. Dia tiba-tiba teringat kejadian tiga bulan lalu, yaitu hari dimana awal istrinya Yuna mengalami koma…

Download APP, continue reading

Chapters

67