Bab 1 Broken Heart

by Annisa Haroen 10:22,Dec 19,2020
Kawanan burung bangau terbang bermigrasi melintasi pepohonan besar dan kawasan perkebunan stroberi yang membentang luas di bawahnya. Kekontrasan antara warna hijau daun dan merah buahnya terlihat sangat indah terkena sisa air hujan yang mengguyurnya sepanjang siang. Sinar senja yang perlahan tenggelam, menyurutkan hangatnya suhu udara berganti dingin.

Lesie memerhatikan sekawanan burung bangau itu pergi menjauh, diikuti terbenamnya matahari hingga semuanya menghilang. Sama seperti separuh hidupnya. Di hadapannya, terhidang spagheti carbonara yang sudah mendingin hanya dililit garpu tanpa disentuhnya sedikit pun. Sementara Nonky, meski mulutnya dipenuhi makanan, masih sempat memberikan pengarahan untuk pemotretan besok pagi yang hanya dijawab Lesie dengan gumaman dan anggukan saja. Pikiran Lesie masih tertinggal di dua hari yang lalu ketika Tarlan, kekasihnya, tiba-tiba memutuskan hubungan mereka via Skype.

“Jadi jam delapan, kita ambil tempat di swimming pool. Terus sorenya buat sesi kedua, kita ambil di balkon dengan view perkebunan strawberry aja,” jelas Nonky.

Tiga tahun hubungan Lesie dan Tarlan yang berjalan mulus berakhir dengan sia-sia, tanpa ada masalah, tanpa konflik, tanpa pertengkaran. Semua kebahagiaan itu direnggut hanya oleh jarak yang beribu mil jauhnya.

“Eh, padahal tadi gue bawa satu koper lagi aja, ya, mumpung si Gaby mau ikut peragain busananya? Tapi ya udahlah, dua koper juga cukup. Lima belas blouse, sepuluh dress, sepuluh pants, tiga sweater sama dua belas coat,” kata Nonky lagi sambil menjilat sisa mayonaise dari sudut bibirnya.

Tapi di atas semua itu, Tarlan lah yang paling mengecewakan. Dia memutuskan hubungan yang sudah terjalin lama, semudah memutuskan pita peresmian butiknya yang kedua kemarin.

“Jadi malem ini, lo mesti tidur cepet. Inget, ini bukan holiday tapi kerja. Jangan kayak waktu di Bali kemaren gara-gara si Tarlan ikut, lo bukannya kerja tapi malah kayak honeymoon! Pokoknya gue gak mau kalo sampe ada sedikit keriput di mata lo yang ketangkep kamera.” Nonky mengambil jus melon, lalu menyeruputnya hingga habis. Di saat itulah, ia melihat Lesie yang hanya menatap udara hampa dengan dagu yang bertumpu di telapak tangannya.

“Ya ampun Lesie, dari tadi lo ga dengerin gue ngomong?” tegurnya yang membuat Lesie tersentak.

“Eh, denger, kok.”

“Emang gue ngomong apaan, coba?” Nonky menyandarkan badan sambil bertolak pinggang.

“Spaghetinya agak hambar terus kejunya kurang banyak.”

Mendengar jawaban polos itu, Nonky menutup wajah sambil memberenggut, lalu menyipitkan mata pada Lesie.
“Gue ngomongin spagheti setengah jam yang lalu, malah udah ganti menu. Lo pasti gak nyadar juga, kan, kalo gue udah ngabisin satu porsi chicken cordon bleu?”

Lesie memandangi piring Nonky yang hanya bersisa irisan wortel dan kol. “Ooohh… enak, ya?”

“Goshh! Perasaan gue udah tujuh kali putus cinta gak gini-gini amat. Paling mewek semaleman, gak kayak orang yang abis direnggut keperawanannya sama maniak kayak gini,” geram Nonky sambil menengadah seolah berbicara dengan Tuhan.

“Tapi kan ini lain, Non, gue pacaran ama dia udah tiga tahun. Masa bisa lupain dalam semalem doang?”

“Hari ini lo ngomong gitu udah tujuh kali. Apa sih artinya tiga tahun? Apalagi pacar lo jauh di benua lain. Meski jaman udah canggih sampe pijet aja pake mesin, bukan berarti lo bisa pacaran via online juga, kali. Hubungan lo bakalan hambar kayak spagheti ini.” Nonky mengangkat garpu yang dililit spagheti di piring Lesie, lalu menjatuhkannya lagi dan menghasilkan suara nyaring sehingga orang-orang di sekelilingnya menatap sinis ke arah mereka. Nonky hanya bergumam 'sorry' lalu kembali menatap Lesie.

“Jadi menurut lo gue harus gimana?”

“Move on, baby, move on! Yang namanya spesies cowok itu banyak. Yang lebih keren dari si Tarlan juga merajalela. Makanya lo jangan ngendap mulu di kamar nangisin satu cowok doang. Beredar, kek! Di luar sana, pasti masih banyak cowok yang mau sama elu. Sekali lo nampakin diri, dijamin deh bakalan jadi best seller!”

Lesie memutar kedua mata sambil mengedikkan bahu, lalu mengambil jus stroberi dan menghabiskan semua isinya. Ia merasa tidak enak karena banyak orang di sekitar mencuri pandang ke arah mereka. “I’ll try. Balik kamar, yuk, udah dingin banget udaranya.”

Nonky pun setuju dan menyelipkan selembar uang tip di bawah piring, lalu mereka mengambil tasnya masing-masing dan berjalan menuju kamarnya di lantai lima. Restoran yang mereka tempati berada di lantai dua sebuah hotel di Lembang.

Seminggu sekali, Nonky datang dari Jakarta untuk melakukan pemotretan. Lesie yang juga memiliki saham sebesar 30% dalam usaha ini, menjadi model yang memperagakan baju-baju mereka. Sebelumnya, mereka hanya mengimport baju dari luar negeri bergaya Western, Korean dan Bangkok yang diperjual belikan hanya dengan transaksi online. Kini, Nonky dan Lesie baru mempunyai kesempatan memiliki brand juga design mereka sendiri dan baru meresmikan butik keduanya di Jakarta.

Lesie dan Nonky sudah menjadi partner sejak kuliah di satu universitas dengan beda jurusan. Lesie mengambil fashion design, sedangkan Nonky mengambil fakultas ekonomi. Dua jurusan yang cocok dalam usaha mereka yang ternyata memang berkembang pesat. Brand bernamakan Kyless yang diambil dari nama mereka berdua, sudah berhasil memasuki pasar seluruh Asia dan Australia.

Lesie mencintai kota Bandung, ia tidak mau ikut turun ke lapangan perusahaan di Jakarta dan hanya memonitor dari apartemennya. Tugasnya, hanya membuat desain baju yang akan dikirim ke pihak garmen beserta polanya dan menjadi brand ambassador. Sedangkan urusan pembukuan dan transaksi ekspor, semua ditangani oleh Nonky dan beberapa pegawainya di Jakarta. Lesie juga bertugas untuk mencari tempat pemotretan outdoor maupun indoor. Mereka ingin memanjakan mata customers dengan view yang variated.

Untuk minggu ini, Lesie memilih tempat di sebuah hotel dengan pemandangan menarik yang sudah disurvey sejak dua hari yang lalu bersama Jemi, partnernya. Karena musim hujan, tumbuhan di sini jadi terlihat indah dengan warna-warna yang cerah. Tema hotel ini tidak jauh dari namanya, yaitu Bloomy Suite. Seluruh halaman, balkon, kolam renang sampai area parkir dipenuhi tanaman bunga yang indah, dindingnya dihiasi wallpaper daun juga berderet lukisan bunga, bahkan rangkaian bunga buatan di sekitar lobi.

***

Lesie membuka pintu kamar mereka yang terdapat dua single bed, satu sofa panjang berwarna apricot, lemari besar, kulkas, meja rias, lukisan lily of the valley menghadap tempat tidur yang memanjakan mata dan mengandung kedamaian ketika melihatnya. Sementara di sudut ruangan terdapat kamar mandi yang lengkap dengan bathtub, shower, wastafel besar dan kaca di sepanjang temboknya. Sehingga ketika melihatnya, Nonky ingin segera melakukan bubble bath.
“Gue berendam dulu, ya. Badan udah kaku duduk berjam-jam di mobil gara-gara macet sialan. Kalau sampe gue terus-terusan rutin bolak balik Jakarta – Bandung, ni bokong pasti bakalan tambah tepos kayak triplek!” kata Nonky.

“Oke. Eh, baju-baju buat besok lu taro di koper yang mana?”

“Yang Polo dua-duanya. LV isinya alat perang gue semua.”

Nonky memasuki kamar mandi, sementara Lesie mulai membuka kopernya. Dia memisahkan beberapa helai baju yang akan dipakainya dan menyisakan sebagian untuk Gaby yang akan datang besok pagi termasuk Jemi, sang photographer. Lesie merasa sedikit senang ketika melihat desain yang ia buat tampak sempurna dalam bentuk nyata dengan pemilihan bahan yang high quality, jahitan yang rapi dan model yang modern. Ia memindahkan baju-baju tersebut ke dalam lemari dan memandangnya dengan puas sebelum menutup lemarinya.

Setelah menaruh kembali kopernya ke tempat semula, Lesie membawa Macbook ke tempat tidur untuk memeriksa desain yang sudah ia abaikan sejak terakhir kali dirinya berhubungan dengan Tarlan via skype. Semenjak itu, Lesie belum menyentuh Macbook-nya lagi. Terlihat foto Lesie dan Tarlan di desktop sebagai background. Lesie masih belum bisa menghilangkan semua yang berbau mantannya tersebut karena rasanya seperti merenggut sesuatu yang vital dalam tubuhnya. Lesie juga mengamati logo Skype, merasa gatal untuk meng-kliknya dan menemukan Tarlan di sana. Ia kemudian mengingat-ingat tanggal, siapa tahu dalam waktu dekat ada hari penting seperti ulang tahunnya atau tanggal jadian mereka, jadi Lesie akan mengira bahwa keputusan Tarlan dua hari yang lalu itu hanyalah sebuah sandiwara.

Maaf sayang, aku mutusin kamu sebagai pacar karena aku mau nikahin kamu. Would you marry me?

Lesie menggelengkan kepalanya dengan cepat setelah menyadari bahwa khayalannya terlalu jauh ke tingkat sinetron, dan yang pasti ulang tahun Lesie dan tanggal jadian mereka masih berbulan-bulan lamanya. Lesie pun memilih menutup kembali Macbook-nya dan berbaring telentang. Kepalanya terasa berat, efek dari kurang tidur dan banyak menangis.

Satu jam kemudian, Nonky keluar dari kamar mandi mengenakan jubah handuk yang disediakan hotel. Dia mendapati Lesie sudah tertidur dengan pipi yang memperlihatkan jejak air matanya. Nonky menggelengkan kepala, dia sebenarnya sangat mengerti perasaan Lesie. Hubungan Lesie dan Tarlan bisa dibilang semulus pantat bayi. Tarlan adalah sosok yang romantis dan Lesie wanita yang sangat lembut meski kadang-kadang keras kepala. Sampai akhirnya, Tarlan pindah ke New Zealand setahun yang lalu dan baru pulang ke Indonesia hanya sekali. Tiba-tiba kemarin lusa, Tarlan memutuskan hubungannya dengan Lesie. Nonky ikut syok, sama seperti ketika ia mendengar berita Chris Martin dan Gwyneth Paltrow bercerai. Tetapi ia tidak mau kalau sampai sahabatnya itu larut dalam kesedihan.

Nonky akhirnya menyelimuti Lesie dan meredamkan cahaya lampu, sementara dia sendiri berpakaian dan berencana menghabiskan malam dengan mengerjakan tugasnya yang menumpuk di laptop.


Download APP, continue reading

Chapters

104