Bab 9 Mengintip

by Marcella Wang 13:24,Jan 04,2021
Saat ini Kunto semakin tidak senonoh, dia perlahan-lahan mengikuti gerakan istriku dengan ekspresi yang hampir menyemburkan api, dirinya pun hampir terbakar.

Tepat ketika itu, di bawah rok pendek yang ketat samar-samar terlihat pantat istriku yang montok, tampak celana dalam hitam seksi istriku yang ketat di tengah belahan pantat.

Karena kamarku tidak tertutup rapat ketika Kunto masuk, maka terdengar dengan jelas suara buka pintu di kamar di arah diagonal.

Suara ini membuat istriku dan Kunto bergidik serentak, lalu istriku bergegas melepaskan tangan dengan malu, dia merebahkan sekujur tubuhnya di tepi kasur, wajahnya yang memikat tetap terbenam ke bawah, saking malunya dia tidak ingin aku atau Kunto melihat ekspresinya saat ini.

Sebesar apapun kobaran api Kunto, dan walau bendanya sudah hampir meledak, namun di depan Atika yang baru berhasil dia kejar, dia tetap mempertahankan akal sehat.

Kunto bergegas menaikkan celana dalam dan celananya, lalu terdengar suara Atika yang merdu di luar pintu, “Kunto, apakah kamu ada di kamar Kakak dan Kakak ipar?

Aku, aku sedikit haus, bisakah kamu ambilkan segelas air untukku?”

“Iya, aku sedang mengobrol dengan Kakak dan Kakak ipar, aku akan mengambilkan air untuk kamu, apakah sekarang kamu masih merasa tidak enak badan? Anggur merah juga tidak begitu banyak, sekarang seharusnya sudah lebih sadar bukan? Jika kamu tidak enak badan, duduklah sebentar di ruang tamu, aku akan seduhkan teh untuk menetralkan alkohol.” Kunto terus meremas bokong montok istriku yang matang dan seksi dengan tamak, sambil berusaha berbicara dengan nada yang normal terhadap orang di luar pintu.

Didengar dari suaranya, sepertinya Atika sedang berseru di pintu kamar di arah diagonal, jaraknya begitu dekat, kebetulan Atika tidak dapat melihat ke dalam dari sudutnya karena pintu tertutup dengan hanya tersisa sedikit celah.

Setelah Kunto menyahut, Atika mematuhinya, mendengar suara sandal yang berjalan keluar dari koridor, sepertinya Atika pergi ke ruang tamu untuk beristirahat dan minum teh.

“Kakak, aku keluar dulu, aku akan kembali setelah menemani Nona Atika. Malam ini, malam ini aku pasti akan meniduri Kakak ipar.” Sambil berkata, Kunto menampar pantat montok istriku dengan kuat.

Tadi istriku masih memakai sepatu hak tinggi di kakinya yang terbalut dalam stocking, sekarang setelah rangsangan dan kegairahan yang amat tinggi, kaki cantiknya sudah berlutut di lantai, sedangkan tubuh bagian atasnya merebah ke kasur.

Sejak suara Atika berbunyi hingga sekarang, desahan dan gumaman istriku yang teredam langsung berhenti.

Menghadapi Kunto yang muda, istri sudah cukup malu, dan sekarang mendengar suara Atika, dia semakin tidak berani mengeluarkan suara apapun, takut kehilangan harga diri sepenuhnya.

Namun ketika Kunto menampar pantat montoknya dengan bergairah, istri tetap tidak dapat menahan erangan, suaranya membawa sedikit kesakitan, tak disangka adik sepupu akan menampar pantat kakak ipar dengna begitu keras.

Tetapi di telingaku, erangan istriku jauh lebih seksi dan menggoda daripada sebelumnya, saat ini suara istriku yang kesakitan bercampur dengan kegairahan dan kenikmatan, sungguh sangat sulit dibayangkan olehku.

Seketika itu, aku bahkan mengira selama bertahun-tahun ini istriku tampak begitu konservatif, tetapi di dalam tulangnya benar-benar suka untuk ditindas, perlakuan yang kasar bahkan dapat membuatnya menjadi semakin bergairah.

“Kakak ipar, tunggu aku untuk menidurimu nanti. Sekarang aku keluar sebentar.” Sambil berkata, Kunto memasukkan satu tangan ke dalam saku, kelihatannya dia sedang memiringkan benda kemaluannya yang bereaksi dengan amat kuat ke pahanya, mengantisipasi kecanggungan.

Ketika Kunto hendak meninggalkan kamar dengan gerah dan tidak rela untuk menenangkan pacarnya, aku melihat istriku yang berlutut dan merebah di tepi kasur.

“Dek Kunto.” Aku berseru pelan. Kunto berhenti di depan pintu dan menoleh padaku, aku menyadari suaraku menjadi aneh dan serak, mungkin aku juga tidak dapat menerima rangsangan melihat istriku yang dewasa dan seksi diperlakukan adik sepupu aku dengan seperti itu.

Ketika Kunto melemparkan tatapan yang panas membara pada badan istriku yang matang dan seksi, aku melanjutkan, “Dek Kunto, bagaimana kalau begini?

Nanti ketika kamu pergi, sisakan sedikit celah di pintu kamar, kamu pikirkan cara untuk berpura-pura menyadarinya dengan tidak sengaja, lalu bawa Nona Atika ke sini secara diam-diam.

Aku dan Kakak ipar kamu akan berpura-pura tidak tahu dan melakukan seks di dalam kamar, lalu kamu dan Nona Atika mengintip di pintu, dalam keadaan seperti itu, Nona Atika pasti tidak akan tahan dengan rangsangan seperti itu.

Nanti kamu bisa berpura-pura membuka pintu dengan tidak sengaja, atau ketika kamu sedang bermesraan dengan Nona Atika, kamu bisa berpura-pura terlalu bertenaga dan membuat Nona Atika mendobrak ke dalam kamar.

Dengan begitu dia pasti merasa bergairah dan panik, aku dan Kakak iparmu tidak akan marah, suruhlah dia untuk tenang.

Nanti kamu langsung memanfaatkan kesempatan, pikirkan cara untuk membuat Nona Atika semakin bergairah dan bersemangat, lalu kamu dan Nona Atika bisa melakukan seks di dalam kamar ini.

Dengan demikian kita berempat termasuk bermain bersama di atas satu kasur, ketika sedang asyik bermain, jika kita mengajukan untuk bertukaran, Nona Atika pasti juga tidak akan menolak.

Nanti Nona Atika hanya akan memikirkan untuk semakin bergairah dan bersemangat, bagaimana mungkin dia bisa menolaknya. Nanti kamu juga bisa sekaligus mengambil keperawanan Nona Atika, bukankah akan sangat memuaskan?”

Setelah aku memberitahukan pemikiranku kepada Kunto, matanya membelalak besar, ketika aku merasa apakah aku terlalu melampaui batas, wajah Kunto menampakkan ekspresi girang.

“Kakak, idemu ini benar-benar luar biasa, begitu saja, begitu saja. Dulu sudah entah berapa kali aku ingin meniduri Nona Atika.

Sekarang mahasiswi berkencan tanpa bermesraan, benar-benar konyol, aku juga dapat melihat sebenarnya Nona Atika juga menginginkan, karena dia juga adalah orang dewasa, tubuhnya pasti juga akan memiliki kebutuhan.

Begitu saja, aku keluar dulu dan menyuruhnya minum untuk menenangkan diri. Kakak, kamu harus bertahan, harus pelan-pelan dan melakukannya dengan menggairahkan.

Nanti setelah aku dan Nona Atika kemari, mungkin kamu sudah membuat Kakak ipar berteriak tiada henti, nanti aku dan Nona Atika akan berpura-pura tidak mengetahui keadaan untuk mengintip kalian bermesraan.”

Kunto berkata seperti itu, lalu dia segera meninggalkan kamar dengan bersemangat.

Sudah secemas itu pun Kunto tidak lupa untuk meninggalkan sedikit celah di pintu kamar.

Suara langkah kaki Kunto juga berjalan keluar dari koridor, kali ini di dalam kamar hanya tersisa aku dan istriku.

Aku melihat badan istriku yang montok dan seksi masih mempertahankan posisi yang sama, mungkin setelah kegairahan tadi dan sekarang Kunto sudah meninggalkan kamar, istriku merasa malu lagi, dia tetap merebah di tepi kasur, wajahnya dibenamkan pada kasur, dia tidak berani melihatku.

“Sudah, masih merebah di sana sambil menungging untuk menunggu adik sepupu kita meniduri kamu? Sekarang dia sudah keluar, biarlah aku si suami ini menikmati badanmu lagi dengan baik.

Nanti aku akan membantumu untuk menyesuaikan, lalu biarkan benda adik sepupu kita masuk, bukankah dipikir-pikir sangat menggairahkan?

Kamu juga sudah mendengar perkataan tadi, istri, jangan malu, berlutut saja di tepi kasur dan merebah di sana.

Aku akan masuk sambil memelukmu, posisi dan sudut seperti ini pasti akan menggairahkan Kunto dan Atika.” Sambil berkata kepada istriku, aku berdiri di tempat Kunto tadi dan menirunya, tanganku mulai meraba dan meremas pinggul istriku yang matang dan seksi, serta kaki indahnya yang terbalut dalam stocking dengan menikmati.

Download APP, continue reading

Chapters

120