Bab 2 Bumi dan langit

by Jenang_gula 10:20,Jan 13,2021
.~Aku bumi dan kamu langit, seperti itulah kata orang. Bukan, mereka salah. Nyatanya kamu benar langit sedangkan aku hanya kerikil jalanan (Mayang)~..


Setelah jam pelajaran pertama selesai Eric berniat menonton pertandingan basket yang menarik menurutnya, di dalam kelas dengan para siswi bisa membuatnya sesak tidak bisa bernafas dengan lega.
“Hey, tunggu!”, seru Mayang. Eric melirik dari ekor matanya karena tidak berniat menoleh ke arah Mayang. Mayang segera membereskan buku pelajarannya dan mendekati Eric. “Aku Mayang”, kata Matang sambil menggandeng Eric dan mengajaknya ke kantin.
Eric diam saja tidak berniat sama sekali dengan obrolan kali ini. Dia hanya berpikir apa mungkin gadis ini sedang sakit, padahal kemarin dia sangat cuek dan menolak nya saat dia ingin membantu.
Sampai di kantin Eric didudukkan di kursi pojok yang cukup nyaman karena bisa melihat lapangan voli dan taman di sisi kirinya. Eric melihat Mayang mengantre untuk membeli makanan entah apa, dia mengedarkan pandangannya untuk melihat sekeliling namun hanya menemui siswi yang menatapnya malu-malu ataupun dengan terang-terangan. Sangat mengganggu. Namun Eric cukup senang karena tidak ada yang mendekatinya terlalu jauh.
Mayang datang membawa dua mangkok bakso, meletakkannya di depan Eric dan berlalu lagi. Namun segera kembali dan membawa teh botol yang terlihat menyegarkan karena baru dikeluarkan dari lemari es.
“Cepet makan, sudah aku bayar”, ucap Mayang sambil melahap pentol bakso yang terlihat pedas dari banyaknya dia menambahkan sambal ke dalam mangkuknya.
Eric pun juga ikut melahap baksonya yang cukup nikmat untuk ukuran pelajar, dan cukup membuat perutnya kenyang.
“Aku heran sama kamu, kamu ganteng tapi gak bisa ngomong”, kata Mayang tanpa menghentikan acara makannya. “Padahal kalo aku jadi kamu nih, cuma ngedipin mata aja pasti udah berjatuhan tuh semua-muanya. Kamu tau gak disini banyak cewek tajir”, tambahnya panjang lebar.
“Uangku sudah banyak”, jawab Eric singkat.
“Wah....aku kira bisu beneran”, Mayang sudah menghabiskan semangkuk baksonya dan meminum teh yang segar dari botolnya langsung tanpa menggunakan sedotan.
“Nih”, Eric menyodorkan sedotan karena perbuatan Mayang sangat mengganggu matanya yang suci itu. Menurut Eric, Mayang bisa sangat manis sebagai perempuan jika saja dia tidak petakilan, Eric baru tahu kalau ternyata Mayang juga tomboy.
“Dah, kelamaan. Oiya, kamu gak pengen gitu dapet cewek tahir disini kan kamu ganteng?”, tanya Mayang.
“Enggak”, jawab Eric singkat.
“Kenapa? Kan lumayan tuh?”
“Dapat guru dari mana bisa ngajarin yang kayak gitu?”, Eric balik bertanya kepada Mayang.
“Ya...anak-anak suka gitu ngomongnya, aku sih ngikutin aja”
“Uangku sudah banyak”
“Oiya, kan kamu anak jendral”, Mayang menyeringai dan Eric mengangguk-angguk membenarkan ucapannya. “Kamu punya uang dua puluh ribu?”, tanya Mayang.
Eric pun mengeluarkan uang dua puluh ribu dari sakunya, karena kebetulan ada di sana. Dan segera meletakkannya di atas meja.
Mayang menyambar uang itu dan membukanya di depan wajah Eric namun masih bisa melihat matanya. “Gak jadi aku traktir, kamu aja yang traktir kan anak jendral. Makasih ya”, Mayang segera berdiri meninggalkan Eric yang masih bengong mencerna kalimat yang keluar dari mulut Mayang.
Setelah menyadari dia sedang dikerjai Eric malah tersenyum dan menyandarkan punggungnya di dinding karena tempatnya duduk saat ini berada di pojok, dimana satu sisi dindingnya tembok dan satu sisi lainnya pagar yang bisa melihat lapangan tadi.
Eric merasa nyaman dengan Mayang meskipun awal melihatnya dia sempat heran kenapa seorang Mayang tidak menoleh kepadanya kemarin, padahal Eric yakin dia cukup tampan untuk ukuran siswa di sekolah ini.
~~
Sejak kejadian Mayang dan Eric yang berangkat sekolah bersama, itu cukup membuat dua orang siswa itu dekat, meskipun tidak terlalu sering mengobrol namun keduanya sering menyapa walaupun itu hanya lewat senyuman saja.
Eric memang berbeda dengan Mayang, dia memiliki otak yang lumayan cerdas dan kemampuan bersosialisasi yang jago, meskipun masih lima bulan berada di sekolah ini, Eric sudah berhasil masuk di tim basket kebanggaan sekolah.
Berbeda dengan Mayang yang terkadang merasa minder sendiri dengan keadaannya, apalagi bila ada yang menanyakan tentang keluarganya, Mayang akan merasa semakin tidak pantas berada di sekolah elite ini. Meskipun dia bukan murid baru, nyatanya dia tidak memiliki teman akrab disini. Hanya ada beberapa anak seni tari, namun sekarang dia berniat ikut ekskul karate untuk menambah kemampuan bela dirinya. Dia ingin bisa menjaga dirinya sendiri, setidaknya meskipun dia tidak cantik, dia yakin masih ada yang akan menggodanya saat dia sendiri. Meskipun masih duduk di bangku SMP, tidak mungkin kan seorang Mayang tidak mengenal dunia luar sama sekali.
~~
Ruang karate dan lapangan basket cukup dekat karena memang di sekolah ini lapangan basket dan badminton berada di dalam ruangan. Bersebelahan dengan ruang ekskul lainnya.
Eric yang selesai berlatih basket berniat untuk membersihkan diri di kamar mandi sekolah yang berada di tengah antara ruang-ruang ekskul ini. Dia mendengar seseorang memukuli samsak dengan hembusan nafas yang sudah kepayahan. Eric membuka pintu ruangan itu dengan perlahan, namun dia cukup terkejut karena melihat Mayang yang berada disana dengan peluh yang membasahi seluruh baju seragam karatenya.
“Belum selesai?”, tanya Eric mengalihkan pandangan Mayang dari samsak dan beralih melihat Eric sekarang.
“Kamu pulang aja, aku males ngobrol sama kamu”, jawab Mayang agak kasar.
Eric heran dengan perlakuan Mayang yang menurutnya mudah sekali berubah-ubah. “Gak mau pulang bareng?”, tanya Eric lagi karena dia juga sebenarnya penasaran, kenapa seseorang yang wataknya ceria bisa kasar seperti saat ini.
“Tunggu di parkiran!!”, jawab Mayang sedikit membentak dan berlalu meninggalkan Eric sendiri di ruangan itu.
Eric pun segera membersihkan badannya dari sisa keringat dan berjalan ke kantin untuk membeli minuman dingin. Setelah itu menunggu Mayang dengan sabar di dekat motor kesayangannya.
~
Mayang menghampiri Eric dan menyambar minuman di tangan Eric. Mayang pun segera menenggaknya sampai habis tak tersisa. “Ikut aku yuk”, ajak Mayang setelah melempar botol bekas minumannya ke dalam tong sampah.
“Kemana?”, tanya Eric sambil memasang helm ke kepalanya sendiri.
“Ke Alun-alun Tugu yuk, aku bosen nih di rumah”, jawab Mayang sambil naik ke atas jok belakang motor Eric.
“Pake seragam boleh?”, tanya Eric lagi.
“Gak papa, kan udah jam pulang sekolah, yuk berangkat”, jawab Mayang sambil menepuk pundak Eric. Eric pun melajukan motornya menuju tempat yang sudah disebutkan oleh Mayang tadi. Meskipun masih beberapa bulan namun jalan ke arah Alun-alun cukup dia hafal karena kakaknya sering mengajaknya berbelanja di Matah^^^ departemen store , dan akan melewati tempat itu setiap kali pergi kesana.
“Ngapain disini?”, tanya Eric setelah memarkirkan motornya di depan kantor pos dan menyeberang jalan untuk menuju ke Alun-alunnya.
Mayang tidak menjawab pertanyaan Eric, dia terus berjalan ke arah kiri. Setelah menemukan tempat yang cukup sepi, teduh, dan nyaman, Mayang menjatuhkan bokongnya di atas rumput dan merebahkan tubuhnya.
“Aku cari snack ya?”, tanya Eric. Mayang hanya mengangguk sambil menajamkan matanya, Eric pun pergi meninggalkan Mayang untuk mencari apa yang diinginkannya. Meskipun dia sangat heran dengan sikap Mayang saat ini, dia tidak punya nyali untuk bertanya lebih jauh. Apalagi dia masih mengenalnya selama beberapa bulan saja.
Saat Eric kembali dia melihat Mayang tetap pada posisinya dan terlihat nafasnya yang teratur menandakan dia sedang tertidur. Untung saja sekarang Mayang memakai kaos team jadi meskipun berbaring itu cukup aman karena tidak akan memperlihatkan hal yang tidak pantas bagi seorang siswi lakukan di tempat seperti ini.

Download APP, continue reading

Chapters

66