Bab 13 Genggamlah tanganku

by Jenang_gula 10:37,Jan 13,2021
..~Genggamlah tangan ini, aku akan memberikanmu dunia dan juga isinya (Eric)~..


Eric menjalankan mobilnya dengan kecepatan konstan, mencoba memahami Mayang meskipun sulit dia lakukan saat ini. Ditolehnya Mayang berkali-kali dan masih berada di posisi yang sama sejak mereka memutuskan untuk pulang dari rumah seseorang tak Eric tidak tahu itu siapa.
Mayang sesekali menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan, kenapa rasanya begitu sesak.
“Kita cari makan dulu ya?”, tanya Eric memecahkan keheningan yang tercipta di antara mereka. Namun bukan jawaban yang didapatnya, hanya gelengan Mayang dan diamnya yang tidak berubah dari tadi.
Karena Eric tidak mungkin mengantarkan Mayang pulang bila keadaannya seperti ini, akhirnya dia membawanya pulang ke rumahnya sendiri. Eric berpikir dengan mempertemukan Mayang dan bunda nya mungkin bisa membuatnya tersenyum lagi.
Setelah sampai di rumah Eric, Eric segera turun dan berlari kecil memutari mobilnya untuk menuju pintu di sisi Mayang, membukakannya dan mengajak Mayang turun. Eric cukup senang karena Mayang juga sepertinya tidak keberatan saat Eric mengajaknya kemari.
“Malam tante”, sapa Mayang setelah melihat bunda Eric yang sedang bersantai bermain ponsel di ruang TV.
Ibunda Eric yang sudah lama tidak melihat Mayang segera meletakkan ponselnya dan memeluk Mayang, “Sudah lupa sama tante ya? Sampai jarang main ke sini?”, tanya bunda Eric pura-pura merajuk.
Mayang hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya. Suasana di rumah Eric memang sangat berbeda dibandingkan dengan di rumahnya, tapi Mayang tetap tidak mengerti kenapa Eric masih saja mengeluh padahal keluarganya sangat sempurna. “Om belum pulang tante?”, tanya Mayang menanyakan ayah Eric.
“Tiga hari dinas ke solo, besok baru balik”, jawab bunda Eric sambil mengajaknya berjalan ke dapur dan mendudukkan Mayang di salah satu kursinya. “Tadi siang tante bikin kue, tapi di rumah cuma berdua sama Eric”, kata bunda Eric lagi sambil membuka tudung penutup kue dan mengirisnya beberapa potong berukuran sedang, mengambil piring kecil dan mengisinya sepotong kue dan disajikan untuk Mayang. “Kamu sudah makan sayang?”, tanya bunda Eric lagi.
“Sudah tante”, jawab Mayang sambil mengunyah kue yang disajikan oleh bunda Eric.
“Bohong bund”, jawab Eric yang tiba-tiba muncul dari belakang Mayang dan langsung mencomot kue yang sama dengan yang Mayang makan.
“Enak aja”, jawab Mayang sambil memelototkan matanya. “Lagian dari mana sih lu?”, tanya Mayang yang memang tidak melihat Eric setelah dia mengobrol dengan bunda Eric tadi.
“Ganti baju”, jawab Eric singkat. Memang Eric saat ini menggunakan baju yang berbeda, jika tadi memakai hem dan celana panjang sekarang berganti kaos oblong dan celana levis selutut, lebih santai dari yang tadi.
Mayang bergumam dan melahap kuenya kembali. Pikirannya yang berkecamuk membuatnya tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitarnya.
Bunda Eric menatap iba Mayang, meskipun Mayang tidak menceritakan apa pun namun perasaannya sebagai seorang ibu bisa membaca kegelisahan dan sikap Mayang yang lebih banyak diam dari biasanya. Dulu saat SMP Mayang sering berkunjung ke sini, namun semakin dewasa sudah jarang meskipun Eric masih sering bercerita tentang keakrabannya. Kedewasaan mungkin telah merubah segalanya. “Makan disini ya sayang?”, tanya bunda Eric yang tidak menunggu jawaban Mayang langsung berdiri dan mengambilkan piring untuk Mayang.
Di rumah Eric, Mayang tidak pernah menolak apa pun, dia cukup tahu diri untuk menghargai keluarga sahabatnya ini.
Selesai makan Mayang diantarkan pulang oleh Eric. Dengan menunggangi motor kesayangannya Eric membelah jalan kota Malang dengan pelan namun pasti. Meskipun rumah mereka dekat, Eric mencari jalan memutar melewati jalan Ijen agar bisa lebih lama membonceng Mayang, dan Mayang yang sudah tahu kebiasaan Eric hanya diam saja tidak berniat protes saat ini.
Eric menepikan motornya, mengajak Mayang turun dan duduk di kursi dekat Simpang Balapan Malang.
Mayang hanya mengekor di belakang Eric dan ikut duduk saat Eric juga sudah duduk di kursi itu. “Enak ya punya keluarga seperti kamu”, kata Mayang setelah mendaratkan bokongnya di kursi itu.
“Kamu kenapa?”, tanya Eric.
“Pulang yuk, aku ngantuk”, jawab Mayang yang malas menceritakan masalahnya saat ini, karena Mayang sendiri pun belum mengerti dengan keadaan yang dia alami.
Eric yang merasa mood Mayang sedang buruk saat ini hanya mampu menuruti apa yang Mayang inginkan agar keadaan tidak semakin memburuk.
~~
Beberapa bulan berlalu dengan kerenggangan di antara Mayang dan Eric, meskipun mereka tetap berangkat dan pulang bersama, baik Mayang maupun Eric semakin jarang menceritakan apa pun yang mereka alami.
Selain ujian kenaikan kelas yang akan berlangsung sebentar lagi yang menguras cukup banyak waktu hanya untuk mengobrol saja, tapi juga karena keadaan keluarga Mayang yang membuatnya semakin pendiam dari biasanya.
Eric yang tahu batasannya hanya bisa sesekali menatap iba Mayangnya dan bertanya-tanya di dalam hati. Meskipun tidak pernah dia temukan jawabannya namun dia cukup kecewa ternyata dia bukan siapa-siapa di hadapan Mayang.
~~
Hari ini adalah pengumuman pembagian kelas. Setelah menyelesaikan ujian dua minggu yang lalu, kini semua siswa berkerumun di depan mading dan mencari namanya sendiri-sendiri, begitu juga dengan Mayang dan Eric.
Tanpa mencari susah payah Mayang langsung menuju ke deretan nama yang memampangkan tanda IPS dan dipasang di bagian paling bawah. Dia pasti akan berada di sana, hanya perlu mencari kelasnya saja , karena tidak mungkin dia sampai masuk ke kelas IPA itu sangat mustahil baginya. Dan benar saja namanya sudah tercetak rapi di sana.
Setelah menemukan namanya Mayang kembali ke dalam kelas dan bersiap untuk pulang. Tanpa perlu repot mencari Eric untuk mengajaknya pulang karena dia ingin naik angkot saat ini.
Sesampainya di rumah, Mayang melihat bapaknya duduk di teras rumahnya sambil memainkan ponsel di tangan nya. “Kapan bapak pulang?”, tanya Mayang karena sudah mulai lelah menunggu bapaknya selama berbulan-bulan.
Bapak Mayang melotot ke arah Mayang dan berdiri, berjalan mendekati Mayang.
PLAKK
Satu tamparan mendarat di pipi Mayang dan meninggalkan bekas kemerahan di sana.
“Aku masih bapakmu, dan akan selalu begitu”, jawab bapak Mayang dan kembali duduk di tempatnya yang tadi.
Mayang tersenyum miris menatap bapaknya dan berlalu masuk ke dalam rumah. Duduk di ruang tamu dan melepas sepatunya, melemparkannya sedikit kasar ke pojok ruangan dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Entah sudah berapa liter air mata yang keluar untuk lelaki yang sangat tidak berguna itu. Sungguh bila bisa Mayang sangat ingin mencekik leher lelaki itu agar segera menghilang dari pandangannya.
Ibu Mayang yang merasakan aura yang tidak nyaman berada di dalam rumahnya segera menuju kamar Mayang, ingin segera menghiburnya namun ternyata pintu kamar itu telah terkunci dari dalam. Rumah Mayang tidak terlalu besar jadi suara apa saja bisa terdengar meskipun ibuk Mayang berada di dapur sekalipun, dia cukup jelas mendengarkan semua yang terjadi barusan.
~
Mayang membuka matanya dan segera disambut oleh kegelapan di dalam kamarnya sendiri. Dia mencari ponsel jadulnya dan menghidupkannya, melihat jam yang tertera disana dan mematikannya kembali karena sinar lampu ponsel itu cukup menyilaukan matanya.
Mayang duduk dan bersandar di dinding kamarnya. Tidak ada niatan sedikit pun untuk menyalakan lampu untuk menerangi ruangan itu meskipun malam sudah larut. Kepalanya yang pening karena menangis sebelum dia tertidur tadi membuatnya malas keluar kamar meskipun dia merasa lapar saat ini.
Pintu diketuk pelan namun Mayang masih bisa mendengarnya. “Nduk, ayo bangun. Sudah malam kamu belum makan dari tadi”, suara lembut itu merayu dari luar kamar, tapi rasa marah dan kecewa Mayang membuat egonya semakin tinggi dan tak ingin dikalahkan.
Mayang kembali membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya lagi. Sebelum dia kembali ke alam mimpi, ponsel yang digeletakkan tadi bergetar dan menampilkan nama seseorang yang selalu mengganggunya setiap saat.
Dengan malas Mayang menerima panggilan itu dan meletakkannya di telinganya.
“Kamu tau gak aku bisa membanting ponselku kalau kamu terus seperti ini”, kata seseorang di seberang sana.
“Aku lelah Eric jangan ganggu aku”, jawab Mayang malas.
“Sekarang kamu dimana?”, tanya Eric.
“Di rumah, aku tidur”
“Aku akan kesana”
“Gak usah udah malem juga, besok pagi aja. Bye”, Mayang pun segera mematikan panggilan itu dan meletakkan ponselnya sembarang.
Ponselnya kembali bergetar dan menampilkan nama yang sama, namun Mayang tetap tidak berniat untuk mengangkatnya. Kepalanya terlalu pening saat ini dan tidur akan membuatnya lebih baik besok pagi.
~~
Cuitan burung membangunkan Mayang dari tidur nya. Dia mengeliat dan segera mendudukkan tubuhnya saat ini. Setelah nyawanya terkumpul dengan sempurna Mayang segera bangkit dari duduknya dan berjalan keluar menuju kamar mandi. Hanya ada satu kamar mandi di rumah Mayang, dan untuk kesana dia harus melewati ruang TV dan dapur lebih dahulu.
Menuntaskan kebutuhan pribadinya dan membersihkan diri, itulah yang Mayang lakukan saat ini. Setelah berganti baju Mayang langsung sarapan karena tidak makan dari kemarin siang membuatnya sangat lapar.
Ibu Mayang yang melihat anaknya mau makan sudah sangat lega meskipun senyumannya belum kembali namun setidaknya dia mau mengisi perutnya. “Kapan mengambil raport nduk?”, tanya ibu Mayang.
“Mungkin hari kamis lusa”, jawab Mayang sambil terus memakan sarapannya.
Hari minggu memang selalu digunakan Mayang untuk menonton TV seharian, mengistirahatkan pikirannya dari pelajaran yang membuat otaknya lelah. Menonton kartun dan beberapa acara komedi akan membuat moodnya kembali dalam kondisi baik.

Download APP, continue reading

Chapters

66