Bab 14 Ingin bahagia

by Jenang_gula 10:38,Jan 13,2021
..~Cara bahagia, beri tahu aku, dan aku akan selalu menurutimu. Hey...aku juga ingin bahagia, sama seperti mu (Mayang)~..


TOK..TOK..TOK..
Terdengar ketokan di pintu depan dan Mayang langsung berdiri dari posisi rebahannya dan berjalan untuk menemui siapa yang bertamu di jam yang masih terbilang pagi ini.
Saat Mayang membuka pintu dan melihat cengiran seseorang yang menerornya sejak semalam. “Maaf tidak bisa ngasih sumbangan”, kata Mayang dan berniat menutup pintunya lagi.
Eric segera menahannya dan berkata, “Enak aja”. Eric segera menerobos masuk ke dalam rumah Mayang dan berlalu ke dapur mencari ibu Mayang, menyalaminya dan kembali menemui Mayang yang rebahan di depan TV. Memang itu yang dilakukan Eric saat bertamu ke rumah Mayang, menyalami ibunya dulu sebelum bergabung dengan Mayang untuk menghabiskan sisa harinya.
“Ini nak Eric”, kata ibu Mayang yang keluar dari dapur sambil membawa dua gelas minuman berwarna kuning yang sepertinya berasa jeruk, dan sepiring pisang goreng yang masih hangat, terlihat dari asap yang mengepul tipis di atasnya.
“Trimakasih buk”, kata Eric sambil membersihkan meja di ruang TV untuk mencarikan ruang ibu Mayang yang akan meletakkan nampan yang dibawanya. Eric membawa beberapa snack tadi dan diletakkan sembarang di atas meja dan itu cukup untuk memenuhi meja yang tidak terlalu besar itu. “Bapak kemana buk?”, tanya Eric yang belum bertemu dengan bapak Mayang dari tadi.
“Tadi sehabis mengelus Jalu (ayam kesayangannya) langsung pergi nak Eric, mungkin ke tempat biasa”, jawab ibu Mayang tanpa menutupi kebiasaan buruk suaminya karena dia pun cukup tahu, pasti Mayang juga sering menceritakannya kepada Eric.
Eric hanya tersenyum dan mengangguk sebagai tanda mengerti atas penjelasan ibu Mayang.
“Tak tinggal nyuci ya di belakang, kalau mau keluar jangan lupa kunci pintu”, kata ibu Mayang dan langsung berlalu meninggalkan dua anak manusia yang sama-sama terbengong melihat acara musik pagi ini. Tidak ada jawaban dari keduanya selain anggukan yang serentak dan membuat ibu Mayang sempat tersenyum tadi saat melihatnya.
“Keluar yuk”, ajak Eric yang bosan karena sudah dua jam berada di posisi yang sama tanpa obrolan yang berarti.
“Kemana?”, tanya Mayang malas.
“Gak tau, ya pokoknya keluar aja”, kata Eric sambil mengganti channel TV namun tetap tidak menemukan acara yang menurutnya menarik.
“Ogah ah, aku malas. Mendingan juga rebahan kayak gini, enak”, jawab Mayang yang masih mempertahankan posisinya dari tadi.
“Emang punggung lu gak protes?”, tanya Eric.
“Enggak”, jawab Mayang sambil nyengir.
Tiba-tiba pintu terbuka dan menampakkan bapak Mayang yang menggendong si Jalu.
Eric segera berdiri dan menyalaminya. “Siang pak”, sapanya dan dibalas senyuman juga oleh bapak Mayang.
“Tunggu sini, bapak kandangin Jalu dulu”, kata bapak Mayang sambil berlalu.
Tidak terlalu lama dan bapak Mayang kembali menemui Eric, ikut bergabung di depan TV bersama Mayang juga.
“Menang pak?”, tanya Eric memulai percakapan dan itu membuat Mayang jengah.
“Ya gitu lah si Jalu, suka malu-malu kalau lama tidak tampil”, jawab bapak Mayang. “Kalian gak keluar?”, tanya nya lagi karena melihat anak gadisnya yang tidak berniat merubah posisinya.
“Mayang lagi capek katanya pak”, jawab Eric.
“Emang bener kamu lagi capek?”, tanya bapak Mayang sambil menyenggol kaki Mayang dengan kakinya. Mayang hanya melirik bapaknya dan kembali menonton acara musik yang diputarnya dari tadi. “Cepetan keluar biar akrab”, kata bapak Mayang lagi.
Mayang yang malas karena tingkah bapaknya yang menjengkelkan segera bangkit dari rebahannya dan masuk ke kamarnya.
“Gitu tuh anak cewek, sebenarnya mau tapi malu-malu”, kata bapak Mayang sambil menepuk pelan pundak Eric.
Eric hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Tak lama Mayang keluar, meskipun memakai pakaian yang cukup santai namun tetap membuat Eric selalu terpana saat melihatnya.
Mayang yang malas karena mengetahui apa yang dipikirkan bapaknya segera keluar rumah tanpa berpamitan dengan ibu atau bapaknya.
“Berangkat dulu ya pak, salam buat ibu”, kata Eric sambil mencium tangan bapak Mayang dan menyusul Mayang keluar.
Bapak Mayang tersenyum puas karena sepertinya keinginannya akan berjalan lancar.
Eric membonceng Mayang berkeliling kota Malang. Entah sudah berapa kali dia memutari Alun-alun Tugu, setelah dirasa sudah puas akhirnya Eric membelokkan setir motornya ke kiri dan terus menyusuri jalan raya itu menuju ke arah Batu.
Mayang yang tidak mengenal jalan yang dilaluinya menoleh ke kanan dan ke kiri, “Mau kemana sih?”, tanya nya.
“Ada deh”, jawab Eric yang tetap fokus dengan jalanan di depannya.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan berlalu akhirnya Eric menghentikan laju motornya. Menggandeng tangan Mayang dan mengajaknya untuk membeli tiket masuk ke sebuah wisata yang tidak pernah dipikirkan oleh Mayang. Mayang tersenyum dan mengikuti apa saja yang Eric lakukan saat ini.
Eco Green Park. Setelah masuk ke tempat itu, Mayang dan Eric disuguhkan oleh puluhan burung flamingo yang berjemur, berkumpul sambil mengangkat satu kakinya. Senyum Mayang semakin lebar, dia pun melepaskan genggaman Eric dan mendekati puluhan burung cantik itu.
Setelah puas Mayang berjalan memasuki ruangan yang di penuhi puluhan kumbang yang sudah diawetkan dengan cairan khusus, melihatnya satu per satu, sungguh sangat indah. Setelah keluar dari ruangan itu Mayang berjalan menyusuri jembatan panjang yang di sisi kanan dan kirinya banyak terdapat berbagai macam burung, onta, merak, dan entah burung apa lagi yang Mayang tidak mengetahui namanya.
Beberapa meter setelah itu Mayang melihat kolam yang dipenuhi dengan angsa di dalamnya. Saat Mayang mendekati kolam itu, angsa itu pun mendekatinya seakan meminta sesuatu darinya.
Eric mendekati Mayang dan memberinya segelas penuh pakan angsa yang dibelinya dari petugas yang berada di sana.
Mayang menerimanya dengan senang hati dan mulai memberi makan angsa-angsa yang berenang di dalam kolam itu. Saat angsa mulai memakan makanan yang berada di dalam genggaman Mayang, Mayang tersenyum sangat lebar seakan tidak ada beban di pundaknya. Rasa geli yang diciptakan oleh paruh angsa di tangannya itu mampu menggelitik hatinya dan mengangkat bebannya menguap ke udara.
Eric yang terus mengamati Mayang merasa lega setelah melihat senyuman Mayang telah kembali meskipun dia yakin itu hanya sesaat saja. Eric segera mengambil ponselnya dan memfoto Mayang dengan kamera ponselnya. Melihatnya tersenyum selepas ini sungguh menenangkan hatinya.
Setelah menghabiskan satu gelas yang penuh pakan angsa itu, Mayang duduk di bangku depan kolam melihat Eric dan mengajaknya duduk di sebelahnya.
Namun Eric menolaknya dan mengajak Mayang terus berjalan menyusuri rute yang tertulis di peta yang didapatkannya saat membeli tiket tadi. Tak lama kemudian mereka segera menemukan petugas yang menjual es krim dan beberapa makanan ringan, barulah setelah itu Eric menyuruh Mayang duduk di bangku yang tersedia di sana.
Mayang duduk sambil memperhatikan sekelilingnya, melihat dua burung merak yang saling merayu dan beberapa burung kecil yang terbang sangat dekat dengan nya.
“Makan lah”, kata Eric yang berhasil membuat Mayang menoleh ke arahnya.
“Trimakasih Eric”, kata Mayang sambil menerima mangkuk besar berisi es krim coklat yang bercampur dengan vanila dan ada toping kacang di atasnya.
Mayang dan Eric memakan es krim mereka masing-masing. Meskipun sekarang terasa seperti orang asing karena tidak saling berbicara, namun Eric cukup senang karena bisa selalu bersama Mayang nya.
Setelah menghabiskan es krimnya mereka melanjutkan menyusuri rute perjalanan itu, melihat pinguin dan tak lupa memberinya makan, melihat burung merak putih, dan berbagai macam spesies burung di dalam akuarium kaca.
Mayang melihat keluarga yang berfoto bersama beberapa burung yang sudah dijinakkan, anak yang terkecil diantara keluarga itu menangis ketakutan dan ibunya menggendongnya dan meyakinkannya. Mayang tersenyum miris, bolehkan dia menginginkan hal yang seperti sekali saja dalam hidupnya.
Eric menepuk lengan Mayang, menyadarkannya dari lamunan konyolnya dan mengajaknya foto bersama burung yang tadi digunakan berfoto oleh keluarga yang diperhatikan oleh Mayang.
Mayang hanya menurut saja kali ini, mungkin dengan begini dia bisa terlihat bahagia di hadapan Eric.
Setelah selesai berfoto, Mayang mengajak Eric pulang. Kakinya sudah cukup pegal karena berjalan dari siang, berjam-jam sampai matahari hampir menyembunyikan sinarnya.
Dalam perjalanan pulang Eric tidak berani memacu motornya setara dengan keberangkatannya tadi karena merasakan beban yang menumpu pada punggungnya. Tangan lemas Mayang pun dia genggam dengan erat karena tidak ingin terjadi sesuatu nantinya.
Perjalanan yang lumayan panjang karena bila biasanya jarak hanya ditempuh sekitar satu jam-an saja, kini Eric harus merelakan waktu dua jam nya demi menjaga Mayang yang tertidur di sepanjang jalan tadi. Eric cukup sadar, kalau liburannya tadi bisa membuat Mayang lupa akan masalahnya, namun juga mampu membuat kaki mereka sangat nyeri. Bukan hanya Mayang, Eric pun sebenarnya juga merasakan hal yang sama.

Download APP, continue reading

Chapters

66