Bab 9 Menghitam
by Jenang_gula
10:33,Jan 13,2021
..~Saat cintaku adalah kamu, dan cintamu adalah dia, apa artinya. Semua akan menghitam mulai sekarang bagiku (Author)~..
Flashback on
“Hai cantik”, sapa Marco saat melihat Mayang keluar dari ruangan yang digunakan untuk rapat OSIS yang baru saja selesai dilaksanakan.
“Kak”, sapa Mayang sambil menganggukan kepalanya.
“Mau nyalonin jadi anggota inti? Nanti aku vote kamu deh”, kata Marco sambil mengedipkan sisi kanan matanya.
“Aku mah apa atuh? Hihihihi”, jawab Mayang sambil cekikikan.
“Mana bodyguard kamu?”, tanya Marco lagi, dan kini mereka berjalan beriringan menyusuri lorong menuju ke gerbang sekolah.
“Siapa kak? Eric?”, Mayang malah balik bertanya dengan mengerutkan alis tebalnya, tidak menyangka kalau sahabatnya itu disebut bodyguard oleh Marco, dan Marco mengangguk membenarkan pertanyaan Mayang. “Tadi aku suruh balik duluan, ada yang pengen nebeng kayaknya”, jawab Mayang lagi.
“Siapa? Pacarnya?”, tanya Marco yang semakin penasaran dengan berita itu.
“Tasya, anak cheer”, jawab Mayang santai.
“Kamu B aja gitu? Gak cemburu?”, tanya Marco lagi karena raut wajah Mayang tidak menunjukkan emosi apa pun.
“Kita sahabatan kak”, kata Mayang sambil menoleh Marco sesekali.
“Kalau aku?”
Mendengar pertanyaan Marco yang ambigu, Mayang berhenti. Menoleh Marco dan menautkan alisnya seakan bertanya, maksud kakak? Begitu kira-kira.
“Kalau sama aku kan gak sahabatan, kamu mau kan jadi pacar aku?”, tanya Marco serius tanpa ada kegugupan sama sekali, seperti telah menyiapkan hal ini dari beberapa hari yang lalu. Pembawaannya yang santai seperti sudah berlatih ribuan kali dan sekarang lah waktunya untuk pertunjukan.
Mayang bergumam, keringat tiba-tiba saja muncul di permukaan dahinya, tangannya menjadi dingin dan tenggorokannya kering. Mayang mengusap keringat tipis itu, memalingkan pandangannya dan mempercepat jalannya agar segera sampai di gerbang sekolah.
“Hey..?!!”, seru Marco yang melihat perubahan Mayang yang sedrastis barusan, mencoba menggapai tangan nya, menghentikan langkahnya dan menuntut jawaban atas pertanyaannya. Berhasil, tangan kanan Mayang kini sudah ditarik oleh Marco.
Mayang menoleh, menatap Marco kembali dan menggelengkan kepalanya, dia sungguh tidak tahu harus melakukan atau berkata apa, apa mungkin cinta pertamanya datang secepat ini? Tapi bagaimana dengan janjinya ke Eric yang tidak akan berpacaran selama masa SMA ini? Meskipun Marco sangat mengganggu dengan kharismanya itu, sungguh Mayang juga belum siap bila datang terlalu cepat.
Marco yang melihat gelengan Mayang tersenyum dan menggenggam telapak tangan Mayang yang tiba-tiba dingin itu dengan kedua tangan nya. “Jangan terlalu cepat menjawab, aku bisa memberimu waktu. Aku antar pulang, sudah semakin sore, angkot akan sulit disaat jam begini.”, kata Marco menawarkan diri.
“Aku naik angkot saja kak”, jawab Mayang sambil menundukkan pandangannya.
“Aku tidak akan menculikmu, tunggu sebentar, aku ambil mobilku dulu”, kata Marco dan berlalu meninggalkan Mayang sendirian di ujung lorong yang sedikit lagi akan sampai di gerbang depan.
Setelah Marco tidak ada di sampingnya, Mayang menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, dia melakukan itu berkali-kali sampai sesak di dada ya berkurang. Rasanya seperti naik motor dengan kecepatan 380 km/jam dan dibonceng Marc Marques secara langsung. Jantungnya bisa copot kalau ada kejadian mendadak seperti tadi, sungguh itu adalah kata-kata yang bisa membuat darahnya cepat naik dan cepat turun dalam waktu yang bersamaan.
Flashback off
Pagi ini Mayang berangkat sekolah dengan Eric, ya memang setiap hari seperti itu. Tanpa obrolan yang berarti akhirnya mereka sampai juga di sekolah.
“Kamu jadi ikut OSIS?”, tanya Eric saat Mayang turun dari motornya.
“Iya dong”, jawab Mayang sambil melepas helmnya sendiri.
“Marco?”, tanya Eric lagi, sambil mengamati raut muka Mayang yang memang tidak menunjukkan emosi yang berarti.
“Aku ini ikut OSIS bukan karena Marco, tapi karena mau mengenal siswa-siswa keren di sekolah ini. Ada kak Alex, kak Wan, kak Pelangi, kamu mana tau yang bening-bening gitu”, jawab Mayang sambil meninggalkan Eric yang masih menunggangi motornya tanpa melepas helmnya itu. Eric melongo seperti sedang mendengarkan khotbah sholat jum'at.
Setelah Mayang meninggalkannya Eric melepas helmnya dan berjalan sendirian menuju ke kelasnya.
“Pagi Eric”, sapa seseorang di belakang Eric.
Eric pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. “Pagi”, jawabnya singkat saat mengetahui siapa yang menyapanya barusan.
“Makasih ya, kemarin lusa kamu nganterin aku pulang”, kata Tasya sambil menyodorkan kotak makanan ke Eric.
“Kan kamu yang maksa aku, aku juga udah bawa bekal”, kata Eric sambil melangkah meninggalkan Tasya.
“Tapi aku masak ini sendiri lo, masak kamu gak mau terima?”, rayu Tasya sambil mendekatkan kotak makanannya lagi ke Eric.
Eric yang malas meladeni Tasya akhirnya menerima kotak itu dan berlalu meninggalkan Tasya dengan senyuman yang lebar karena Eric mau menerima pemberiannya.
Setelah masuk ke dalam kelas Eric melihat Mayang sedang membaca komik yang bergambar seorang detektif cilik dengan kaca mata lebar di wajahnya. Eric melempar kotak yang dibawanya ke atas meja Mayang dan mengenai tangan Mayang yang sedang memegang komik itu.
Mayang yang merasa kekhusyukannya terganggu segera menatap Eric dengan sedikit melotot sebagai tanda dia tidak menyukainya.
Eric yang merasa senang telah mengganggu waktu Mayang tertawa dan berlalu ke bangkunya. Mendaratkan bokongnya di kursi kesayangannya dan mengeluarkan buku yang biasa dicorat-coret dengan berbagai bentuk seni tipografi (teknik menata huruf). Menulis nama-nama seseorang yang berarti baginya dan beberapa huruf yang dianggapnya berkesan dan memiliki makna yang mendalam.
Mayang menutup buku komiknya setelah menandai dengan pembatas kesukaannya yang selalu dia pasangkan dengan komik itu, menyimpannya di kolong mejanya dan meraih kotak yang tadi dilempar oleh Eric. Membukanya perlahan karena dia takut kalau ternyata Eric hanya mengerjainya saja. Setelah kotak itu terbuka dengan sempurna senyum Mayang merekah seperti baru saja menang lotre karena ternyata isinya nasi goreng yang banyak suwiran ayam, sosis, dan juga bakso, lengkap dengan kacang polong dan sedikit wortel.
Mayang mengambil sendok yang telah tersedia di atas nasi goreng itu, menyendoknya dan memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri. Rasa yang begitu sempurna menurut Mayang. Namun hanya satu suapan saja dan Mayang menutupnya kembali. Mayang berjalan mendekati Eric sambil membawa kotak yang berisi nasi goreng itu tadi. Dilihatnya Eric masih fokus dengan buku tipografinya, akhirnya dia pun duduk di sebelah Eric karena tidak ingin mengganggu konsentrasi sahabat nya itu.
Eric yang merasa sedang diawasi segera menoleh ke sisi kanan nya, menampakkan Mayang yang tersenyum lebar ke arahnya. “Apa?”, tanya Eric heran dengan senyuman Mayang yang menurutnya sangat aneh.
“Kamu beliin aku nasgor?”, tanya Mayang masih menampilkan wajah cerianya.
“Dari Tasya, aku udah bawa bekal buatan bunda”, jawab Eric acuh dan kembali ke buku dan pensilnya lagi.
“O....penggemarmu itu, OK deh, besok-besok aku siap nampung pokoknya”, kata Mayang sambil beranjak dari duduknya dan kembali ke bangkunya lagi karena bel tanda pelajaran akan segera dimulai telah berbunyi.
Eric yang mendengar kalimat Mayang malah memutar bola matanya malas. Andai saja Mayang tahu apa yang sebenarnya diinginkan Eric saat ini, pasti Mayang tidak akan mengatakan kalimat itu tadi.
Flashback on
“Hai cantik”, sapa Marco saat melihat Mayang keluar dari ruangan yang digunakan untuk rapat OSIS yang baru saja selesai dilaksanakan.
“Kak”, sapa Mayang sambil menganggukan kepalanya.
“Mau nyalonin jadi anggota inti? Nanti aku vote kamu deh”, kata Marco sambil mengedipkan sisi kanan matanya.
“Aku mah apa atuh? Hihihihi”, jawab Mayang sambil cekikikan.
“Mana bodyguard kamu?”, tanya Marco lagi, dan kini mereka berjalan beriringan menyusuri lorong menuju ke gerbang sekolah.
“Siapa kak? Eric?”, Mayang malah balik bertanya dengan mengerutkan alis tebalnya, tidak menyangka kalau sahabatnya itu disebut bodyguard oleh Marco, dan Marco mengangguk membenarkan pertanyaan Mayang. “Tadi aku suruh balik duluan, ada yang pengen nebeng kayaknya”, jawab Mayang lagi.
“Siapa? Pacarnya?”, tanya Marco yang semakin penasaran dengan berita itu.
“Tasya, anak cheer”, jawab Mayang santai.
“Kamu B aja gitu? Gak cemburu?”, tanya Marco lagi karena raut wajah Mayang tidak menunjukkan emosi apa pun.
“Kita sahabatan kak”, kata Mayang sambil menoleh Marco sesekali.
“Kalau aku?”
Mendengar pertanyaan Marco yang ambigu, Mayang berhenti. Menoleh Marco dan menautkan alisnya seakan bertanya, maksud kakak? Begitu kira-kira.
“Kalau sama aku kan gak sahabatan, kamu mau kan jadi pacar aku?”, tanya Marco serius tanpa ada kegugupan sama sekali, seperti telah menyiapkan hal ini dari beberapa hari yang lalu. Pembawaannya yang santai seperti sudah berlatih ribuan kali dan sekarang lah waktunya untuk pertunjukan.
Mayang bergumam, keringat tiba-tiba saja muncul di permukaan dahinya, tangannya menjadi dingin dan tenggorokannya kering. Mayang mengusap keringat tipis itu, memalingkan pandangannya dan mempercepat jalannya agar segera sampai di gerbang sekolah.
“Hey..?!!”, seru Marco yang melihat perubahan Mayang yang sedrastis barusan, mencoba menggapai tangan nya, menghentikan langkahnya dan menuntut jawaban atas pertanyaannya. Berhasil, tangan kanan Mayang kini sudah ditarik oleh Marco.
Mayang menoleh, menatap Marco kembali dan menggelengkan kepalanya, dia sungguh tidak tahu harus melakukan atau berkata apa, apa mungkin cinta pertamanya datang secepat ini? Tapi bagaimana dengan janjinya ke Eric yang tidak akan berpacaran selama masa SMA ini? Meskipun Marco sangat mengganggu dengan kharismanya itu, sungguh Mayang juga belum siap bila datang terlalu cepat.
Marco yang melihat gelengan Mayang tersenyum dan menggenggam telapak tangan Mayang yang tiba-tiba dingin itu dengan kedua tangan nya. “Jangan terlalu cepat menjawab, aku bisa memberimu waktu. Aku antar pulang, sudah semakin sore, angkot akan sulit disaat jam begini.”, kata Marco menawarkan diri.
“Aku naik angkot saja kak”, jawab Mayang sambil menundukkan pandangannya.
“Aku tidak akan menculikmu, tunggu sebentar, aku ambil mobilku dulu”, kata Marco dan berlalu meninggalkan Mayang sendirian di ujung lorong yang sedikit lagi akan sampai di gerbang depan.
Setelah Marco tidak ada di sampingnya, Mayang menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, dia melakukan itu berkali-kali sampai sesak di dada ya berkurang. Rasanya seperti naik motor dengan kecepatan 380 km/jam dan dibonceng Marc Marques secara langsung. Jantungnya bisa copot kalau ada kejadian mendadak seperti tadi, sungguh itu adalah kata-kata yang bisa membuat darahnya cepat naik dan cepat turun dalam waktu yang bersamaan.
Flashback off
Pagi ini Mayang berangkat sekolah dengan Eric, ya memang setiap hari seperti itu. Tanpa obrolan yang berarti akhirnya mereka sampai juga di sekolah.
“Kamu jadi ikut OSIS?”, tanya Eric saat Mayang turun dari motornya.
“Iya dong”, jawab Mayang sambil melepas helmnya sendiri.
“Marco?”, tanya Eric lagi, sambil mengamati raut muka Mayang yang memang tidak menunjukkan emosi yang berarti.
“Aku ini ikut OSIS bukan karena Marco, tapi karena mau mengenal siswa-siswa keren di sekolah ini. Ada kak Alex, kak Wan, kak Pelangi, kamu mana tau yang bening-bening gitu”, jawab Mayang sambil meninggalkan Eric yang masih menunggangi motornya tanpa melepas helmnya itu. Eric melongo seperti sedang mendengarkan khotbah sholat jum'at.
Setelah Mayang meninggalkannya Eric melepas helmnya dan berjalan sendirian menuju ke kelasnya.
“Pagi Eric”, sapa seseorang di belakang Eric.
Eric pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. “Pagi”, jawabnya singkat saat mengetahui siapa yang menyapanya barusan.
“Makasih ya, kemarin lusa kamu nganterin aku pulang”, kata Tasya sambil menyodorkan kotak makanan ke Eric.
“Kan kamu yang maksa aku, aku juga udah bawa bekal”, kata Eric sambil melangkah meninggalkan Tasya.
“Tapi aku masak ini sendiri lo, masak kamu gak mau terima?”, rayu Tasya sambil mendekatkan kotak makanannya lagi ke Eric.
Eric yang malas meladeni Tasya akhirnya menerima kotak itu dan berlalu meninggalkan Tasya dengan senyuman yang lebar karena Eric mau menerima pemberiannya.
Setelah masuk ke dalam kelas Eric melihat Mayang sedang membaca komik yang bergambar seorang detektif cilik dengan kaca mata lebar di wajahnya. Eric melempar kotak yang dibawanya ke atas meja Mayang dan mengenai tangan Mayang yang sedang memegang komik itu.
Mayang yang merasa kekhusyukannya terganggu segera menatap Eric dengan sedikit melotot sebagai tanda dia tidak menyukainya.
Eric yang merasa senang telah mengganggu waktu Mayang tertawa dan berlalu ke bangkunya. Mendaratkan bokongnya di kursi kesayangannya dan mengeluarkan buku yang biasa dicorat-coret dengan berbagai bentuk seni tipografi (teknik menata huruf). Menulis nama-nama seseorang yang berarti baginya dan beberapa huruf yang dianggapnya berkesan dan memiliki makna yang mendalam.
Mayang menutup buku komiknya setelah menandai dengan pembatas kesukaannya yang selalu dia pasangkan dengan komik itu, menyimpannya di kolong mejanya dan meraih kotak yang tadi dilempar oleh Eric. Membukanya perlahan karena dia takut kalau ternyata Eric hanya mengerjainya saja. Setelah kotak itu terbuka dengan sempurna senyum Mayang merekah seperti baru saja menang lotre karena ternyata isinya nasi goreng yang banyak suwiran ayam, sosis, dan juga bakso, lengkap dengan kacang polong dan sedikit wortel.
Mayang mengambil sendok yang telah tersedia di atas nasi goreng itu, menyendoknya dan memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri. Rasa yang begitu sempurna menurut Mayang. Namun hanya satu suapan saja dan Mayang menutupnya kembali. Mayang berjalan mendekati Eric sambil membawa kotak yang berisi nasi goreng itu tadi. Dilihatnya Eric masih fokus dengan buku tipografinya, akhirnya dia pun duduk di sebelah Eric karena tidak ingin mengganggu konsentrasi sahabat nya itu.
Eric yang merasa sedang diawasi segera menoleh ke sisi kanan nya, menampakkan Mayang yang tersenyum lebar ke arahnya. “Apa?”, tanya Eric heran dengan senyuman Mayang yang menurutnya sangat aneh.
“Kamu beliin aku nasgor?”, tanya Mayang masih menampilkan wajah cerianya.
“Dari Tasya, aku udah bawa bekal buatan bunda”, jawab Eric acuh dan kembali ke buku dan pensilnya lagi.
“O....penggemarmu itu, OK deh, besok-besok aku siap nampung pokoknya”, kata Mayang sambil beranjak dari duduknya dan kembali ke bangkunya lagi karena bel tanda pelajaran akan segera dimulai telah berbunyi.
Eric yang mendengar kalimat Mayang malah memutar bola matanya malas. Andai saja Mayang tahu apa yang sebenarnya diinginkan Eric saat ini, pasti Mayang tidak akan mengatakan kalimat itu tadi.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved