Bab 4 Tetap bersamaku

by Jenang_gula 10:28,Jan 13,2021
..~Bagaimana menjadi bahagia? Tetaplah bersamaku dan kau akan suka (Eric)~..


Eric tersenyum geli mengingat wajah Reta yang seperti anj^^g bodoh saat dia meninggalkannya tadi.
Mayang yang melihat Eric tersenyum sendiri seperti orang gila langsung mendekatinya dan memukul pelan lengannya. “Setahun di sini gak bikin otakku geser kan?”, tanya Mayang sambil menyentuh kening Eric. Memang sekarang mereka kelas 9 dan akan masuk SMA sebentar lagi.
“Apa an sih lu, gue lagi seneng banget nih”, jawab Eric sambil berlalu meninggalkan Mayang dan Mayang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengikuti kemana Eric pergi.
“Aku mebeng ya?”, kata Mayang sambil memegang pergelangan tangan Eric.
“Wah...ternyata sudah bisa ijin ya lo. Biasanya kagak?!”, ledek Eric sambil mengacak rambut Mayang. Memang tinggi badan Eric jauh diatas Mayang yang hanya 150 saja, sedangkan Eric 172.
“Eh!! Entar dikira orang kita pacaran lagi, aku kan ogah sama anak flu kayak lo”, tangkis Mayang sambil merapikan rambutnya kembali.
Eric mengerutkan alisnya dan bersendekap dada, “Flu? Aku?”, tanya Eric yang tidak mengerti apa maksud Mayang.
“Ya kan kamu dingin, kalo kata cewek-cewek sih cool gitu, kan flu lama-lama, hahahahaha”, jawab Mayang sambil tertawa dan memegang perutnya.
Eric hanya menyebikkan bibir bawah nya dan berlalu menuju motornya.
~
Jarak antara sekolah dan rumah memang tidak terlalu jauh, tetapi bila ingin lewat Alun-alun Tugu harus memutar karena di sana akan melewati jalur satu arah.
“Mampir yuk, rebahan dulu di sini”, kata Mayang saat hampir mengitari Alun-alun. Eric tidak menjawab namun segera menepikan motornya dan memarkirnya dengan rapi berjajar bersama motor lainnya.
“Nih”, Mayang menyodorkan minuman yang dibawanya di dalam tas sejak dari sekolah tadi. “Kamu mau sekolah di mana?”, tanya Mayang karena tinggal beberapa bulan lagi mereka akan lulus SMP dan segera pindah ke jenjang SMA
“Kamu?”, tanya Eric sambil menyambar minuman Mayang, membuka dan segera meneguknya.
“SMA 1 aja, deket “
“SMA 3 ya?”, ajak Eric.
“Jauuhhhh, entar aku naek angkotnya mahal”, Mayang cemberut sambil menoleh ke arah lainnya.
“Kan gratis kalo sama aku, ya?”, ajak Eric lagi.
“Kalo kamu sakit, tetep aja aku pake angkot. Sehari tiga rebon dikali satu bulan dikali lagi dua, kan pulang pergi berapa woee.....”, jawab Mayang sambil berteriak di samping telinga Eric.
Eric langsung menggosok-gosokan tangan nya ke telinganya untuk meminimalisir dengungan akibat perbuatan Mayang. Mayang hanya nyengir menunjukkan gigi kelincinya. “Jelek banget sih doanya, masak aku sakit satu bulan. Gak lah”, kata Eric.
“Tapi di sana kan ketat Eric, aku tidak yakin”, kata Mayang lagi dan raut mukanya berubah murung.
Eric tersenyum dan menepuk pundak Mayang. “Kamu lupa aku anak siapa?”, kata Eric sambil menyeringai.
“Maksud kamu lewat belakang? Emang bisa?”
“Tapi kamu harus janji satu hal”
“Apa? Aku janji”
“Belom tau udah janji”
“Gak papa, lagian kan di sana juga bagus, apa lagi dapat ojekan yang sering nraktir kayak kamu”, jawab Mayang sambil menyombongkan diri.
“Jangan pacaran sampai lulus SMA”
“Cuma itu?”, tanya Mayang sambil menoleh Eric dan Eric menganggukkan kepalanya. “Okey, kecil itu mah. Tapi jangan lupa kamu harus pulang pergi terus sama aku, meskipun sudah punya cewek, gimana?”, tantang Mayang dan Eric mengangguk kembali. Mereka pun tersenyum bersamaan.
Sangat lucu saat dua orang saling bergantung antara satu dan lainnya. Takut kehilangan dan rasa nyaman, mungkin itu yang menjadikannya sesuatu yang sebenarnya biasa saja namun sangat berarti di hati.
Seperti Eric dan Mayang, meskipun sikap keduanya sangat bersinggungan namun kenyamanan mereka mengalahkan segalanya. Persahabatan yang murni tanpa mereka sadari ada kejadian besar yang menanti mereka di masa depan.
Jatuh cinta hanyalah pernyataan konyol yang pernah ada di dunia ini, namun siapa yang bisa menyangkalnya. Bukan cantiknya wajah bahkan kutil di pipi saja bisa mengalahkan keindahan tahi lalat kalau sudah begini.
Meskipun belum lama mereka saling mengenal namun siapa lagi yang tahu kisah mereka selain dua orang itu. Tentang Mayang dan keluarganya yang serba keras, tentang Eric yang kehilangan sosok ayahnya yang selalu gila hormat dan tahta sosial sehingga mengesampingkan keluarganya sendiri. Berteman dengan seseorang yang bisa menjadi pendengar sangat susah dicari di jaman yang seperti ini, apalagi kalau sudah tidak tertarik bahkan berita bahagianya saja sudah seperti telur busuk yang selalu mengganggu indra yang bekerja di syaraf-syaraf hidung.
Mungkin terlalu dini untuk mengatakan bahwa rasa nyaman adalah kata lain dari perasaan sayang, namun siapa yang bisa mengelak bila rasa ingin memiliki itu ternyata lebih besar dari pada rasa sayang itu sendiri. Mungkin memang egois menurut sebagian orang, tapi Eric bisa membenarkan keinginannya.
Ternyata wajah yang manis itu bisa membuatnya panas saat melihatnya tertawa bersama lelaki lain. Jadi ini bukanlah keegoisan, tetapi ini adalah perasaan yang coba diungkapkan Eric kepada Mayang menggunakan bahasa yang berbeda. Eric cukup sadar dengan umurnya yang masih bau kencur, tapi sungguh dia sangat ingin menjaga Mayang nya, hanya untuknya seorang.
Tidak peduli akan ada yang menentangnya atau menyetujuinya, yang Eric tahu dia hanya menginginkan Mayang saja. Tidak ada yang lain lagi. Hanya Mayang dan akan begitu seterusnya.
Hanya Mayang yang mampu menarik perhatiannya, dengan sikap konyol dan perlakuan bar-barnya. Padahal Eric cukup tahu kalau dia sangat rapuh dan cengeng saat menghadapi masalah, terutama semua hal yang menyangkut ibunya. Mayang pasti akan bercerita sambil menangis sampai Eric merasa tidak nyaman dengan sekitarnya, takut jikalau ada yang menuduhnya macam-macam dengan Mayang nya.
Lihat saja bahkan untuk menyebut nama Mayang, Eric selalu mengatakan ‘Mayangnya' seakan itu adalah pertanda bahwa hanya Eric lah yang boleh memilikinya. Sangat lucu dan bisa membuat nyaman dalam waktu yang bersamaan.
Bagaimana dengan Mayang, meskipun kenyataannya mereka selalu bersama tetap saja dia akan menyadarkan mata dan pikirannya. Siapa dia sampai bermimpi setinggi langit? Hati? Jangan tanyakan lagi, karena itu tidak berlaku untuk orang miskin seperti Mayang. Dia cukup tahu diri, sebagai anak seseorang yang hampir setiap malam pulang dalam keadaan mabuk, sebagai anak seorang perempuan yang hanya bekerja mencuci pakaian kotor di komplek rumahnya. Apa lagi yang dia harapkan selain rasa syukur dan terima kasihnya karena seorang anak jendral seperti Eric mau berteman bahkan merelakan waktunya untuk menjemput Mayang setiap hari.
Mayang cukup tahu diri untuk tidak mengharapkan lebih dari ini. Dia sangat bahagia meskipun hanya begini saja. Cukup seperti ini saja, jangan sampai ada yang berubah dan menjadikannya sakit hati.

Download APP, continue reading

Chapters

66