Bab 16 Melihatmu bersamanya
by Jenang_gula
10:40,Jan 13,2021
..~Kalau melihatmu bersamanya bisa membunuhku secara perlahan, kumohon gunakan saja pedang itu agar sakit ini tidak terlalu menyayat hati dan juga jiwaku (Eric)~..
Kehidupan Mayang sedikit berubah, Marco memang menepati janjinya. Selain ATM dan ponsel baru sebagai hadiah untuk Mayang setelah menerima cintanya, Marco juga memberinya banyak barang mewah yang dulu Mayang tidak pernah bermimpi akan memilikinya.
Sore ini Marco mengajak Mayang ke MATOS bermain berbagai macam permainan di Timezone. Bermain bola, balap motor, mencoba mengambil mainan, basket, sangat menyenangkan menurut Mayang. Mungkin ini yang dirasakan teman ceweknya saat berkencan dengan pacarnya, memang bisa membuatnya bahagia.
“Kita harus beristirahat dan mengisi bahan bakar kita sendiri cantik”, kata Marco sambil mengajak Mayang keluar dari area bermain itu. “Makan apa cantik?”, tanya Marco saat mereka sudah mendapatkan kursi untuk mereka duduki.
“Terserah saja, aku mau apa yang kamu berikan”, jawab Mayang sambil mengeluarkan ponselnya dan melihat galerinya yang dipenuhi foto dirinya dan Marco.
“Baik lah, tunggu disini cantik”, jawab Marco dan berlalu mencarikan makanan untuknya dan Mayang.
Selesai makan Marco mengajak Mayang berkeliling sebentar mencari baju untuk Mayang dan dirinya sendiri. Setelah mendapatkan yang dicarinya, Marco berhenti di dekat toko jam tangan dan menunjuk satu jam bercorak bunga melati yang imut menurutnya, “Ini cocok untuk mu cantik”, kata Marco menempelkan jam tangan berwarna hijau tosca itu di pergelangan tangan Mayang.
“Ini terlalu banyak Marco, aku---“
“Jangan menolakku cantik, aku suka melihatmu memakai ini nanti”, kata Marco memotong ucapan Mayang dengan cepat. Dia pun memasangkan jam itu tanpa memperdulikan Mayang akan memakainya besok atau nanti, yang Marco tahu saat dia membelikannya Mayang harus segera memakainya.
Mayang hanya tersenyum tidak enak ke arah Marco, Marco terlalu baik untuknya. Apakah ini yang dia inginkan? Meskipun dia merasa senang, tapi kenapa hatinya tidak nyaman dengan keadaan ini.
Tidak selesai disitu, Marco juga mengajaknya berbelanja untuk kebutuhannya berhari-hari di Transmart sebelah MATOS, tidak ada yang diinginkan Marco selain melihat senyuman Mayang, bahkan dia tidak merasa sedikit pun Mayang sedang memanfaatkannya karena rasa sayang Marco yang tulus terhadap Mayang.
Selalu ada saja mata dan telinga yang menempel di dinding dekat Mayang, satu bidikan kamera saja sudah mampu mengembangkan senyuman seseorang yang tidak senang melihat kebahagiaan Mayang.
~~
Hari-hari berlalu sama seperti biasanya, sampai seseorang bermata elang dan memendam emosi yang membuat dadanya pengap, siap untuk memakan siapa saja yang membuat masalah dengannya. Dengan gigi gemeretak menahan luapan kemarahan yang bisa kapan saja mencuat setiap waktu. Dengan nafasnya yang kembang-kempis Eric berkali-kali menghirup nafas dalam untuk mengontrol emosinya yang sudah mencapai puncaknya.
Hanya sebuah foto saja sudah mampu membakar seluruh tubuh Eric. Tidak ingin dimakan oleh berita yang belum jelas kebenarannya, Eric mencoba mencari informasi dari teman dekatnya yang satu tim dengannya dalam permainan basket, dan berita itu malah menambahkan bensin beroktan tinggi ke dalam emosi Eric.
Dengan sangat tidak sabar Eric mencari Mayang, dia ingin mendengarnya sendiri dari Mayang bukan dari orang lain.
Eric mencengkeram lengan Mayang dengan sangat kuat sampai membuatnya meringis, “Apa yang tidak ku tau darimu dan juga Marco sialan itu? Kuharap aku salah dengar”, ancam Eric.
“Kau menyakitiku Eric”, kata Mayang sambil meringis dan mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Eric.
“Jawab sekarang atau aku akan membuat tanganmu ini patah”, kata Eric lagi sambil berdesis di dekat telinga Mayang.
“Kamu tidak salah dengar. Aku jadian sama Marco”, jawab Mayang tanpa emosi apa pun di wajahnya, selain ringisan yang coba dia tahan karena tidak ingin terlihat lemah di depan Eric
Eric melepaskan cengkeramannya, mengacak rambutnya sendiri dan berpaling dari Mayang. Dia memukul meja di depannya dan bertolak pinggang. Kembali menatap Mayang yang berpaling tidak menatapnya, menarik dagu itu agar mau melihat matanya. “Kenapa? Aku sudah lama mengenalmu dan Marco..?”, Eric menggantung kalimatnya dan hanya menggeleng sebagai tanda tidak percaya atas ucapan Mayang. “Kau mengingkari janjimu May”, kata Eric lagi.
“Sudahlah Eric, apa untungnya itu, dengan janji, dengan siapa, dengan apa. Dia bisa menjaminku makan setiap hari itu sudah cukup”, kata Mayang sambil membuang muka. Memalingkan pandangannya keluar jendela dan menemukan cuaca yang kelabu dengan awan yang menggantung bersiap menjatuhkan beban yang dibawanya, sama seperti perasaannya saat ini.
“Inikah Mayang yang aku kenal? Kau bisa membicarakannya denganku, siapa aku bagimu? Siapa kita bagimu?”, Eric menekuk satu kakinya dan memegang lutut Mayang. “Ada aku, akan ada aku, apa artinya itu bagimu?”, tambahnya.
“Kita hanya orang asing Eric, dulu kita juga bukan siapa-siapa saat kamu masih di Surabaya”, jawab Mayang tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela besar di kelasnya di lantai dua.
“Berbagilah denganku. Tinggalkan Marco. Apa yang dia berikan aku juga bisa memberimu hal yang sama. Aku tidak bisa bilang apa pun itu artinya, tapi apa kamu tidak bisa membaca dan merasakan sikapku selama ini, May?”, jelas Eric panjang lebar.
“Kita bersahabat Eric. Hanya sahabat”, sanggah Mayang.
“Bagaimana kalau aku meminta lebih?”; tuntut Eric.
“Aku tidak yakin Eric”, jawab Mayang.
“Kenapa dengan Marco kamu yakin?”, kata Eric sedikit meninggikan suaranya, meskipun bukan itu yang dia inginkan sungguh dia tidak habis pikir apa sebenarnya yang membuat Mayang nya menjadi seperti ini.
“Ini hanya status Eric”, ada butiran bening yang meluncur di pipi pucat Mayang. Sudah beberapa hari ini Mayang terlihat tidak bergairah meskipun seluruh siswa membicarakannya yang pulang pergi dijemput sopir dan memakai sepatu, tas, dan jaket yang terbilang mewah untuk ukurannya.
Dan sialnya Eric mengetahuinya paling akhir, tim basketnya cukup membuatnya sibuk beberapa hari ini. Saat berangkat sekolah Eric tidak pernah mempermasalahkan Mayang yang ingin berangkat dengan angkot dan beralasan ingin belajar mandiri. Saat pulang sekolah entah Eric ataupun Mayang disibukkan dengan kegiatan ekskulnya, dengan jadwal yang berbeda membuat mereka tidak memiliki waktu pulang bersama dan itu menguntungkan Mayang yang bisa mengecoh Eric selama beberapa hari ini.
“Aku tau sekarang, kamu gak mencintai Marco”, Mayang hanya bergeming. “Kembalilah , aku tidak suka melihatmu dengannya. Aku bisa seperti dia kalau kamu mau”, tambah Eric.
Barulah Mayang berpaling, menatap ke dalam mata elang Eric yang sebenarnya sangat menyejukkan. Mencari dusta yang tersimpan disana, namun hanya menemukan kesungguhan yang nyata.
Semakin deras air mata itu membasahi pipi dan menyakitkan hati. Eric berdiri dan mendekap Mayang nya. Diusapnya rambut panjang Mayang, karena masih menangis di tempat duduknya.
Tidak ada balasan, tapi anggukan yang dirasakan di perut Eric mampu melegakan hatinya.
Eric melepas pelukan itu, berjongkok kembali dan menghapus air mata Mayang, “Berjanjilah padaku”, kata Eric seperti perintah yang tak mampu ditolak oleh Mayang.
Kehidupan Mayang sedikit berubah, Marco memang menepati janjinya. Selain ATM dan ponsel baru sebagai hadiah untuk Mayang setelah menerima cintanya, Marco juga memberinya banyak barang mewah yang dulu Mayang tidak pernah bermimpi akan memilikinya.
Sore ini Marco mengajak Mayang ke MATOS bermain berbagai macam permainan di Timezone. Bermain bola, balap motor, mencoba mengambil mainan, basket, sangat menyenangkan menurut Mayang. Mungkin ini yang dirasakan teman ceweknya saat berkencan dengan pacarnya, memang bisa membuatnya bahagia.
“Kita harus beristirahat dan mengisi bahan bakar kita sendiri cantik”, kata Marco sambil mengajak Mayang keluar dari area bermain itu. “Makan apa cantik?”, tanya Marco saat mereka sudah mendapatkan kursi untuk mereka duduki.
“Terserah saja, aku mau apa yang kamu berikan”, jawab Mayang sambil mengeluarkan ponselnya dan melihat galerinya yang dipenuhi foto dirinya dan Marco.
“Baik lah, tunggu disini cantik”, jawab Marco dan berlalu mencarikan makanan untuknya dan Mayang.
Selesai makan Marco mengajak Mayang berkeliling sebentar mencari baju untuk Mayang dan dirinya sendiri. Setelah mendapatkan yang dicarinya, Marco berhenti di dekat toko jam tangan dan menunjuk satu jam bercorak bunga melati yang imut menurutnya, “Ini cocok untuk mu cantik”, kata Marco menempelkan jam tangan berwarna hijau tosca itu di pergelangan tangan Mayang.
“Ini terlalu banyak Marco, aku---“
“Jangan menolakku cantik, aku suka melihatmu memakai ini nanti”, kata Marco memotong ucapan Mayang dengan cepat. Dia pun memasangkan jam itu tanpa memperdulikan Mayang akan memakainya besok atau nanti, yang Marco tahu saat dia membelikannya Mayang harus segera memakainya.
Mayang hanya tersenyum tidak enak ke arah Marco, Marco terlalu baik untuknya. Apakah ini yang dia inginkan? Meskipun dia merasa senang, tapi kenapa hatinya tidak nyaman dengan keadaan ini.
Tidak selesai disitu, Marco juga mengajaknya berbelanja untuk kebutuhannya berhari-hari di Transmart sebelah MATOS, tidak ada yang diinginkan Marco selain melihat senyuman Mayang, bahkan dia tidak merasa sedikit pun Mayang sedang memanfaatkannya karena rasa sayang Marco yang tulus terhadap Mayang.
Selalu ada saja mata dan telinga yang menempel di dinding dekat Mayang, satu bidikan kamera saja sudah mampu mengembangkan senyuman seseorang yang tidak senang melihat kebahagiaan Mayang.
~~
Hari-hari berlalu sama seperti biasanya, sampai seseorang bermata elang dan memendam emosi yang membuat dadanya pengap, siap untuk memakan siapa saja yang membuat masalah dengannya. Dengan gigi gemeretak menahan luapan kemarahan yang bisa kapan saja mencuat setiap waktu. Dengan nafasnya yang kembang-kempis Eric berkali-kali menghirup nafas dalam untuk mengontrol emosinya yang sudah mencapai puncaknya.
Hanya sebuah foto saja sudah mampu membakar seluruh tubuh Eric. Tidak ingin dimakan oleh berita yang belum jelas kebenarannya, Eric mencoba mencari informasi dari teman dekatnya yang satu tim dengannya dalam permainan basket, dan berita itu malah menambahkan bensin beroktan tinggi ke dalam emosi Eric.
Dengan sangat tidak sabar Eric mencari Mayang, dia ingin mendengarnya sendiri dari Mayang bukan dari orang lain.
Eric mencengkeram lengan Mayang dengan sangat kuat sampai membuatnya meringis, “Apa yang tidak ku tau darimu dan juga Marco sialan itu? Kuharap aku salah dengar”, ancam Eric.
“Kau menyakitiku Eric”, kata Mayang sambil meringis dan mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Eric.
“Jawab sekarang atau aku akan membuat tanganmu ini patah”, kata Eric lagi sambil berdesis di dekat telinga Mayang.
“Kamu tidak salah dengar. Aku jadian sama Marco”, jawab Mayang tanpa emosi apa pun di wajahnya, selain ringisan yang coba dia tahan karena tidak ingin terlihat lemah di depan Eric
Eric melepaskan cengkeramannya, mengacak rambutnya sendiri dan berpaling dari Mayang. Dia memukul meja di depannya dan bertolak pinggang. Kembali menatap Mayang yang berpaling tidak menatapnya, menarik dagu itu agar mau melihat matanya. “Kenapa? Aku sudah lama mengenalmu dan Marco..?”, Eric menggantung kalimatnya dan hanya menggeleng sebagai tanda tidak percaya atas ucapan Mayang. “Kau mengingkari janjimu May”, kata Eric lagi.
“Sudahlah Eric, apa untungnya itu, dengan janji, dengan siapa, dengan apa. Dia bisa menjaminku makan setiap hari itu sudah cukup”, kata Mayang sambil membuang muka. Memalingkan pandangannya keluar jendela dan menemukan cuaca yang kelabu dengan awan yang menggantung bersiap menjatuhkan beban yang dibawanya, sama seperti perasaannya saat ini.
“Inikah Mayang yang aku kenal? Kau bisa membicarakannya denganku, siapa aku bagimu? Siapa kita bagimu?”, Eric menekuk satu kakinya dan memegang lutut Mayang. “Ada aku, akan ada aku, apa artinya itu bagimu?”, tambahnya.
“Kita hanya orang asing Eric, dulu kita juga bukan siapa-siapa saat kamu masih di Surabaya”, jawab Mayang tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela besar di kelasnya di lantai dua.
“Berbagilah denganku. Tinggalkan Marco. Apa yang dia berikan aku juga bisa memberimu hal yang sama. Aku tidak bisa bilang apa pun itu artinya, tapi apa kamu tidak bisa membaca dan merasakan sikapku selama ini, May?”, jelas Eric panjang lebar.
“Kita bersahabat Eric. Hanya sahabat”, sanggah Mayang.
“Bagaimana kalau aku meminta lebih?”; tuntut Eric.
“Aku tidak yakin Eric”, jawab Mayang.
“Kenapa dengan Marco kamu yakin?”, kata Eric sedikit meninggikan suaranya, meskipun bukan itu yang dia inginkan sungguh dia tidak habis pikir apa sebenarnya yang membuat Mayang nya menjadi seperti ini.
“Ini hanya status Eric”, ada butiran bening yang meluncur di pipi pucat Mayang. Sudah beberapa hari ini Mayang terlihat tidak bergairah meskipun seluruh siswa membicarakannya yang pulang pergi dijemput sopir dan memakai sepatu, tas, dan jaket yang terbilang mewah untuk ukurannya.
Dan sialnya Eric mengetahuinya paling akhir, tim basketnya cukup membuatnya sibuk beberapa hari ini. Saat berangkat sekolah Eric tidak pernah mempermasalahkan Mayang yang ingin berangkat dengan angkot dan beralasan ingin belajar mandiri. Saat pulang sekolah entah Eric ataupun Mayang disibukkan dengan kegiatan ekskulnya, dengan jadwal yang berbeda membuat mereka tidak memiliki waktu pulang bersama dan itu menguntungkan Mayang yang bisa mengecoh Eric selama beberapa hari ini.
“Aku tau sekarang, kamu gak mencintai Marco”, Mayang hanya bergeming. “Kembalilah , aku tidak suka melihatmu dengannya. Aku bisa seperti dia kalau kamu mau”, tambah Eric.
Barulah Mayang berpaling, menatap ke dalam mata elang Eric yang sebenarnya sangat menyejukkan. Mencari dusta yang tersimpan disana, namun hanya menemukan kesungguhan yang nyata.
Semakin deras air mata itu membasahi pipi dan menyakitkan hati. Eric berdiri dan mendekap Mayang nya. Diusapnya rambut panjang Mayang, karena masih menangis di tempat duduknya.
Tidak ada balasan, tapi anggukan yang dirasakan di perut Eric mampu melegakan hatinya.
Eric melepas pelukan itu, berjongkok kembali dan menghapus air mata Mayang, “Berjanjilah padaku”, kata Eric seperti perintah yang tak mampu ditolak oleh Mayang.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved