Bab 12 Percayalah

by Jenang_gula 10:36,Jan 13,2021
..~Bagaimana bisa aku membantumu saat hatimu saja tak kau percayakan kepada ku? Bagaimana aku meraihmu saat anganmu saja telah jauh meninggalkanku? (Eric)~..


Kejadian bisa saja berakhir buruk saat ini, namun rasa ingin tahu Mayang lebih besar dari pada menghindar dari kenyataan. Sekuat apa kita berlari kalau memang sudah itu garisnya, pasti akan menghampiri kita juga, entah sekarang, nanti, entah cepat atau lambat.
Namun yang terjadi sungguh diluar perkiraan. Mayang pikir teman bapaknya akan marah saat Mayang bertanya dengan tidak sopan seperti itu, tapi ternyata dia malah mendapatkan alamat yang dia kenal dan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal nya. Bahkan dia bisa ke sana dengan berjalan kaki saja.
Namun kesana saat malam seperti ini bukanlah pilihan yang bagus, bisa saja ada sesuatu yang terjadi di jalan nanti. Meskipun banyak orang yang mengenal nama bapaknya, tapi bukanlah pilihan yang bagus saat keluar dari batas aman ketika malam sudah cukup larut bagi perempuan berjalan sendirian. Dan Mayang cukup tahu diri tentang hal itu.
Sesampainya di rumah, ternyata ibu Mayang sudah tidur di kamarnya. Sebenarnya tidak tega bila melihat ibunya berjuang sendiri saat ini, tapi apakah salah bila Mayang hanya menuntut dianggap ada meskipun umurnya masih terlalu dini menurut ibunya.
Mayang melihat ibunya dengan pandangan yang sulit diartikan bagi siapapun andai saja ada yang melihatnya saat ini, ada ketidak berdayaan yang tersirat di dalamnya. Setelah puas memandangi wajah terlelap ibunya, Mayang kembali lagi duduk di depan TV, melihat bufet yang menjulang itu lagi, mendekatinya dan mengambil sesuatu seperti yang ditemukannya kemarin saat memandangi foto pernikahan orang tuanya. Sesuatu yang bisa menenangkan hatinya, dan dia cukup bersyukur telah menemukan itu kemarin.
~~
Mayang bangun sedikit terlambat hari ini. Dengan terburu-buru dia mempersiapkan kebutuhan sekolahnya dan masuk ke kamar mandi. Tidak membutuhkan waktu lebih dari 5 menit di dalam sana, karena Mayang hanya gosok gigi dan cuci muka saja, tidak akan cukup bila harus mandi di saat yang seperti ini.
Bangun siang juga membuatnya lupa kalau dia akan dijemput Eric saat berangkat sekolah. Jadilah Mayang berlarian mengejar waktunya yang tinggal sedikit itu. Saat mempercepat jalannya Mayang dihampiri oleh mobil Pajer^ Sport berwarna Diamond Black Mica , tapi karena Mayang merasa tidak mengenal mobil itu akhirnya dia malah mempercepat jalannya.
Tak mau kalah, mobil itu berhenti di depan Mayang dan menurunkan kaca mobil bagian penumpangnya, menampakkan seseorang dengan seragam yang sama dengan seragam yang Mayang kenakan, “Bareng yuk, entar telat”, kata seseorang di kursi penumpang itu dan membukakan pintu untuk Mayang. Mayang pun masuk karena memang benar apa yang dikatakan oleh siswi itu.
“Makasih ya”, kata Mayang saat sampai di gerbang sekolahnya yang dibalas anggukan oleh siswi itu. Mayang pun segera turun dan berjalan menuju ke kelasnya.
Selang beberapa menit Eric masuk ke dalam kelas dan langsung menghampiri Mayang. “Kamu berangkat naik angkot?”, tanya Eric saat menemukan Mayang yang sudah datang lebih dulu dari dirinya.
“Aku tadi bangun nya kesiangan, jadi aku pikir kamu udah berangkat”, jawab Mayang sambil mengeluarkan bukunya dari dalam tas selempangnya.
“Untung aja ibuk kamu di rumah, coba kalo enggak? Aku tanya siapa coba?”, kata Eric lagi sambil berlalu ke bangkunya.
Mayang hanya mengendikkan bahunya dan membuka bukunya karena dia juga lupa ada PR atau tidak untuk pelajaran pertama saat ini.
Setelah pelajaran yang cukup memeras isi kepala semua siswa kelas 10, akhirnya jam yang ditunggu-tunggu telah tiba, yaitu jam istirahat.
Mayang segera memasukkan semua peralatan sekolahnya ke dalam kolong mejanya dan cepat menghampiri Eric, “Ke kantin yuk, cepet, keburu laper”, kata Mayang sambil mengusap-usap perutnya.
Eric pun melakukan hal yang sama, memasukkan semua peralatan sekolahnya ke kolong meja dan segera merangkul Mayang dan membawanya ke kantin.
Dua sahabat yang sedang kelaparan menyantap bakso empat porsi saat ini. Ditemani dengan air soda dingin dan beberapa bungkus krupuk udang sangat lah mantap.
“Tumben kalap?”, tanya Eric sambil membuka satu bungkus krupuk lagi.
“Entar sore kamu repot gak?”, bukan menjawab pertanyaan tidak penting Eric, Mayang malah mengajukan pertanyaan yang cukup menarik perhatian Eric.
“Ngajak in kencan ya?”, tanya Eric asal.
“Anterin aku ya? Aku mau maen ke sodara aku, tapi kalo sendiri kan gak enak”, jawab Mayang sambil memakan baksonya yang ke dua.
“Kemana sih?”, tanya Eric lagi.
“Ada deh, entar juga tau”, jawab Mayang.
“Oiya, kamu gak ikut OSIS lagi? Kok gak pernah ikutan rapat?”, tanya Eric yang baru tahu kalau Mayang sudah tidak pernah ijin rapat lagi saat Eric akan mengajaknya pulang sekolah.
“Enggak, karate aku jadi gak maksimal soalnya”, jawab Mayang jujur karena memang itu salah satu alasannya
“Emang mau jadi preman?”, tanya Eric setelah menghabiskan baksonya dan berganti menghabiskan minumannya sendiri.
“Iya dong”, jawab Mayang sambil menunjukkan otot ke dua lengannya sambil tersenyum lebar.
Eric pun tertawa menanggapi candaan Mayang. “Apa karena ada yang resek tuh, jadi kamu keluar?”, tanya Eric lagi yang masih belum percaya dengan jawaban Mayang meskipun memang cukup masuk akal.
“Enggak lah, aku mah apa atuh?”, jawab Mayang dengan mulut yang penuh dengan bakso suapan terakhirnya itu. Setelah menelannya Mayang mengambil minumannya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi yang ditumpanginya. “Aku tadi berangkat sekolah bareng Tasya”, kata Mayang yang masih dengan posisi menyandarnya.
“Trus?”, tanya Eric penasaran.
“Trus dia bilang kalo suka sama kamu”, jawab Mayang acuh meskipun hatinya sedikit teremas namun dia tidak mau mengakuinya.
FLASHBACK ON
“Kamu kan yang namanya Mayang?”, tanya Tasya dengan senyuman manisnya.
“Iya, kamu Tasya?”, jawab Mayang sedikit canggung dengan keadaan ini, andai saja dia sedang tidak terburu-buru Mayang akan lebih memilih naik angkot dari pada mobil ber-AC namun bisa membuatnya sesak saat mendengarkan pertanyaan receh dari Tasya.
“Aku suka sama Eric”, kata Tasya dengan percaya diri.
“Aku tau”
“Aku minta kamu mau memberiku sedikit waktu untuk bersama Eric”
“Aku selalu memberi siapa pun waktu, tapi soal mau atau tidak itu tergantung Eric”, jawab Mayang yang sedikit malas menanggapi Tasya saat ini.
“Aku tau, kamu sebenarnya kurang uangkan? Aku bisa memberimu, tinggal sebutkan dan ‘BUM' semua bisa diatur”, kata Tasya sambil memetikkan jarinya saat mengatakan ‘BUM' tadi.
Mayang menoleh ke arah Tasya dan tersenyum mengejek, menggelengkan kepalanya dan memalingkan pandangannya lagi. “Kamu bisa menurunkan ku disini kalau kamu mau”, tantang Mayang.
“Okey, mungkin aku salah. Kau tau? Aku memiliki rumah di Probolinggo yang tidak terpakai dan ada sepeda motor disana, dekat dengan pasar dan juga dekat dengan sekolah meskipun tidak terlalu berada di pusat kota. Apa kau mau? Itu tangkapan besar”, kata Tasya dengan percaya diri.
Namun sebelum Mayang menjawabnya mobil yang dia tumpang telah sampai di depan gerbang sekolahnya, Mayang segera membuka pintu itu karena merasa sebentar lagi akan terbakar bila lebih lama berada di dalam sana. “Makasih ya”, kata Mayang yang dibalas anggukan oleh Tasya.
“Seseorang yang mencoba menyuapi Marco dan digelitiki karena mencoba menggodanya, pasti akan sangat seru bila masuk di hot news di mading. Aku rasa kamu tidak terlalu bodoh sampai tidak bisa mengenalku dengan baik”, kata Tasya yang sukses membuat Mayang berhenti di tempatnya. Tasya yang melihat perubahan sikap Mayang tersenyum sinis, menutup pintu mobilnya dan berlalu meninggalkan Mayang yang masih tetap pada posisinya.
FLASHBACK OFF
~
Sore ini Mayang bersiap dengan tas selempang kesayangannya, memakai hoodie yang sedikit kebesaran dan topi juga. Setelah berpamitan dengan ibunya dia keluar rumah dan berjalan menyusuri gang rumahnya perlahan sambil menunggu Eric.
Tak lama Eric datang dengan membawa mobilnya, memang Mayang yang memintanya tadi, “Kamu salah kostum?”, tanya Eric setelah Mayang masuk dan memasang sabuk pengaman untuk dirinya sendiri.
“Nyaman pake ini”, jawab Mayang sambil menyodorkan kertas berisi alamat yang akan mereka tuju.
Setelah membaca tulisan Mayang dan juga cukup mengenal wilayah itu, Eric memacu mobilnya dengan perlahan tapi pasti. Tidak ada obrolan berarti selama perjalanan, dan Eric juga enggan mempertanyakan kenapa Mayang mengajaknya kesana, karena yang dia tahu Mayang pasti akan menceritakannya saat semua telah jelas menurut Mayang sendiri.
“Kamu gak turun?”, tanya Eric saat mereka sampai di tempat yang ditujunya.
“Enggak disini aja, aku cuma nunggu seseorang”, jawab Mayang yang masih fokus dengan rumah yang berada di hadapannya. Dengan jantung yang berdebar dan nafas yang sedikit memburu, Mayang berkali-kali menarik nafas dalam. Dia tidak berani memikirkan apa-apa, jangankan yang negatif, yang positif saja dia tidak berani. Sungguh menerima kenyataan sepahit ini rasanya.
Setelah cukup lama menunggu tetap tidak ada seseorang yang masuk maupun keluar dari rumah itu. Lampu teras yang mati pun sudah dinyalakan saat ini, namun tetap saja itu tidak membuat orang yang di dalam sana berniat untuk keluar sekedar mencari udara segar atau apa pun itu, karena sungguh Mayang sangat ingin tahu rumah siapa ini. Kenapa bapaknya berada sini? Kenapa teman bapaknya semalam menunjukkan alamat ini? Ada apa dengan rumah ini? Bahkan bangunannya saja tidak terlihat aneh sama sekali. Namun bila Mayang harus bertamu ke dalam sana dia tidak punya cukup nyali untuk mencari alasan yang bisa diterima jika memang bertemu bapaknya disana.
Sudah pukul delapan sekarang dan tetap tidak ada orang yang dilihat Mayang maupun Eric dari tempat yang mereka intai saat ini.
“Kamu tidak mau masuk? Atau aku saja?”, tanya Eric yang bosan menunggu terlalu lama untuk hal yang dia tidak tahu apa itu.
“Kita pulang saja”, jawab Mayang singkat, karena memang mungkin bukan rumah ini jawabannya, mungkin teman bapaknya salah.
“Apa kamu yakin?”, tanya Eric, sungguh Eric sangat ingin Mayang nya terbuka saat ini. Namun anggukan Mayang membuatnya seakan kecewa. Dengan rasa penasaran yang tinggi akhirnya Eric memutar arah mobilnya dan meninggalkan tempat itu.
Seseorang tersenyum puas mengetahui mobil yang mengintai rumahnya telah pergi, dia pun segera mengambil jaket dan berjalan keluar dari rumah itu. Bermain dengan anak kucing memang sangat menyenangkan bukan, selalu ada ketololan yang akan mewarnai harinya mulai sekarang.

Download APP, continue reading

Chapters

66