Bab 11 Menghilang
by Jenang_gula
10:35,Jan 13,2021
..~Apa yang akan kamu lakukan saat aku akan menghilang? Saat aku memohon untuk tetap menggenggam erat tanganku, saat aku takut tidak akan mampu lagi, akankah kamu tetap disisiku? (Mayang)~..
Tidak ingin semakin larut dalam kesedihannya, Mayang bangkit dari posisi tidur nya, berganti duduk di kursi kayu itu dan mulai menatap foto yang terpajang di dinding rumahnya satu persatu. Foto dari orang tuanya yang menikah, fotonya ketika kecil, TK, SD, dan ada dua foto adiknya yang baru lahir. Rio, senyumannya akan selalu membekas di hati Mayang.
Mayang tersenyum miris dan berdiri mendekati foto pernikahan orang tuanya, mengusap sayang foto yang tergantung di dinding itu dan berniat untuk mengambilnya. Namun sebelum foto itu bisa diraihnya, ada sesuatu yang menarik perhatian Mayang. Bufet yang menopang TV Mayang memang meninggi di bagian pojoknya, sehingga saat Mayang akan mengambil foto itu, sesuatu yang berkilau karena terkena sinar dari lampu seketika tertangkap oleh mata Mayang.
Mayang mengambilnya, membuka tutupnya dan mencium aroma yang sedikit menusuk syaraf hidungnya. Setelah dia tahu apa yang sedang dipegangnya saat ini, ia malah mendapatkan ide untuk mengusir rasa pusingnya.
~~~
Eric menjemput Mayang seperti biasa. Saat dia menunggu Mayang di teras depan, tidak sengaja Eric melihat tetangga Mayang yang juga akan berangkat ke sekolah yang sama dengan sekolahnya. Eric melambaikan tangan nya dan dibalas anggukan oleh anak itu.
“Aku tidak tau kalau sekolah kita sama, aku tidak pernah melihat mu?”, tanya Eric setelah mendekati anak itu.
“Iya, aku tidak suka basket dan tidak pernah menonton pertandinganmu, maaf”, jawab itu sambil tersenyum.
“Siapa nama mu? Aku Eric “, kata Eric memperkenalkan diri.
“Ria”, jawab anak itu sambil menaiki motor maticnya, “Aku berangkat dulu ya”, katanya lagi sambil berlalu. Meninggalkan Eric yang masih setia memperhatikannya.
Setelah anak yang bernama Ria itu tidak terlihat lagi Eric berpaling dan mendapati Mayang yang sudah duduk di atas motornya dengan bersiul seakan dia tidak melihat apa-apa tadi. Eric pun semakin melebarkan senyumannya dan menaiki motornya dengan susah payah karena Mayang tidak mau turun dari jok belakang motor Eric.
“Kamu kenal sapa tu anak?”, tanya Eric.
“Lah, kan kamu tadi yang kenalan, malah nanya aku lagi. Kamu gak cagar otakkan?”, tanya Mayang sedikit mendramatisir keadaan.
Eric yang mendengar perkataan konyol Mayang terus melajukan motornya tanpa melanjutkan rasa penasarannya lagi, karena akan percuma bila Mayang sudah mengeluarkan bakat reseknya.
Setelah sampai di parkiran Mayang segera turun dari motor Eric, melepas helmnya sendiri dan berlalu meninggalkan Eric yang masih heran dengan sikap diam Mayang kali ini. Meskipun dia sempat resek tadi, namun diam sepanjang perjalanan ke sekolah bukanlah gaya Mayang. Tapi Eric tidak berniat menanyakannya karena bila memang sudah tidak kuat menanggung masalahnya, Mayang pasti akan bercerita tanpa dia minta.
~
Saat ini Mayang mengikuti rapat OSIS yang membahas tentang kegiatan yang akan diselenggarakan di malam prom kelas 12. Meskipun dia sangat malas sekarang, Mayang tetap mengikuti jalannya rapat itu sampai selesai.
Seusai rapat banyak siswa dan siswi keluar dari ruangan itu, menyisakan tim inti dan Mayang yang memang sengaja menunggu anggota lain keluar agar suasana sedikit sepi dan tenang.
Dengan perlahan Mayang mendekati Alex, ketua OSIS yang menjabat saat ini, dan memberikan amplop yang sudah disiapkannya sejak tadi. Duduk di samping Alex dan menyodorkan amplop itu tepat di hadapannya.
“Apa ini?”, tanya Alex yang sebenarnya sudah tahu apa isinya, namun dia memancing agar Mayang bisa berbicara secara langsung saja, agar lebih santai.
“Surat pengunduran diri aku kak, sebagai anggota OSIS.”, jawab Mayang.
“Apa ada yang membuat mu tidak nyaman?”, tanya Alex lagi.
“Enggak kak”, jawab Mayang sambil menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa fokus ke karate dan beberapa hari kedepan aku juga repot kak, nanti malah menjadi beban saja. Jadi aku putusin mundur aja kak”, imbuh Mayang lagi.
Alex menganggukkan kepalanya, “Kalau kamu mau kembali aku pasti akan menyiapkan satu kursi untukmu dan bila ada yang mengganggu kamu, jangan sungkan cerita sama aku, okey?”, kata Alex sambil menepuk pundak kanan Mayang.
Mayang pun mengangguk dan tersenyum ke arah Alex, “Trimakasih kak”, kata Mayang sambil berdiri dari duduknya.
Setelah bersalaman dengan anggota inti OSIS, Mayang keluar dari ruangan itu dengan perasaan yang sangat lega.
Marco yang berada di ruangan itu pun mengikuti Mayang saat dia keluar dan menghentikan langkah Mayang yang akan menjauh dari tempat itu. “Apa kita bisa bicara sebentar cantik?”, tanya Marco setelah berhasil menangkap pergelangan tangan kiri Mayang.
Mayang mengangguk, dan disini lah sekarang mereka berada, di taman belakang sekolah ditemani cuitan burung gereja Eresia yang berkoloni tidak terlalu banyak. Saling bersautan satu sama lain seakan mengabarkan kabar gembira.
Setelah Mayang duduk di bangku yang dipilih Marco, Marco meninggalkannya. Mayang yang memang tidak bersemangat hari ini hanya duduk diam tanpa melakukan kegiatan apa pun.
Tidak terlalu lama dan Marco kembali dengan beberapa snack dan dua botol minuman dingin. Meletakkan kantong snack itu dan satu botol minuman di sebelah Mayang, kemudian membuka satu botol yang dipegangnya sendiri dan memberikannya untuk Mayang.
Mayang menerima minuman itu, meminumnya dan tersenyum masam ke Marco.
“Apa ada sesuatu?”, tanya Marco.
“Tidak, aku hanya tidak yakin bisa terus aktif di kegiatan itu”, jawab Mayang.
“Dimana kita bisa bertemu kalau kamu keluar dari OSIS? Padahal meskipun hanya melihat mu saja aku sudah senang”, kata Marco lagi sambil membuka botol satunya dan meminumnya sendiri.
“Aku tidak pindah sekolah kak, aku hanya tidak ikut anggota OSIS lagi. Aku juga masih aktif di karate”, jawab Mayang yang kembali memiliki semangat saat ada yang memperhatikannya.
“Baik lah, aku akan ikut karate mulai sekarang”, jawab Marco sambil tersenyum ke arah Mayang.
Mayang yang melihat jawaban konyol Marco tertawa dan menggelengkan kepalanya, meletakkan minuman yang dipegangnya dan meraih kantong yang berisi snack. Memilih apa saja yang ada di dalam sana, setelah menemukan satu yang dia inginkan, mengambilnya dan membukanya. Mengambilnya satu dan memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri.
Setelah selesai mengunyah satu keping snack rasa kentang, Mayang menawarkan snack yang dipegangnya kepada Marco namun Marco menggeleng karena tidak terlalu suka makan snack yang memiliki penyedap terlalu kuat seperti yang dimakan Mayang saat ini.
Bukan Mayang namanya kalau dia tidak berhasil membuat Marco memakan snack itu. Mayang mengambil satu keping snack itu dan menyuapkannya ke Marco namun Marco tetap saja menolaknya, “Ayo lah kak, ini sangat enak”, rayu Mayang yang masih menyodorkan snack yang dipegangnya.
“Aku tidak suka makanan itu cantik”, tolak Marco sambil menjauhkan mulutnya karena tangan Mayang terus mendekat ke arahnya.
“Sekali saja kak, pasti akan ketagihan nanti”, rayu Mayang sambil terus mendekatkan tangan nya ke mulut Marco.
“Okey, sekali saja dan tidak lagi nanti”, jawab Marco mengalah.
Marco membuka mulutnya dengan senang hati meskipun dia tidak menyukainya, tetapi ketika Mayang yang memintanya akan lain cerita nya. Marco membuka lebar mulutnya dan bersikap menerima suapan snack dari Mayang, namun kejadian yang dialaminya cukup mengejutkan bagi Marco, Mayang melahap sendiri snack yang hampir berada di mulut Marco dan tertawa kekikikan setelahnya.
Marco yang sedikit terkejut mengerutkan alisnya dengan mulut yang masih terbuka bersiap menerima suapan dari Mayang yang gagal, dan setelah sadar dari rasa terkejutnya Marco segera menggelitiki perut Mayang karena gemas dengan sikapnya.
Marco dan Mayang terus bergurau di taman itu sampai perasaan Mayang kembali membaik, memang Marco sangat pandai memikat hati Mayang.
Tanpa disadari kedua orang itu, ada seorang yang memperhatikan mereka dari tadi. Melihat senyuman keduanya yang mengisyaratkan ketertarikan antara satu dan lainnya. Semua orang pasti bisa membaca situasinya jika berada di posisi orang yang melihat pemandangan seperti itu. Cara mereka bercanda dan saling merayu seperti sepasang kekasih yang sedang dibuai asmara. Memang masa SMA ini sangat indah bagi siapa saja yang melewatinya.
~
Sudah berhari-hari bapak Mayang tidak pulang ke rumah. Atau mungkin Mayang saja yang tidak pernah bertemu dengan bapaknya. Meskipun beras dan lauk pauk tidak pernah kekurangan di sana, tapi sosok bapak sangat berarti bagi Mayang.
Semakin dia bertanya kepada ibunya semakin dia tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Baik ibu atau bapaknya selalu menyimpan rapat masalah yang sedang mereka hadapi.
Berbeda dengan Mayang yang selalu murung setiap hari, ibu Mayang malah sibuk dengan kegiatannya mencuci pakaian para tetangga yang membutuhkan jasanya. Hidup di pusat kota Malang menyibukkan semua warganya, akhirnya jasa cuci baju begitu diminati saat ini. Hanya bermodalkan detergen saja, karena semua baju pelanggan dikembalikan dalam keadaan kering tanpa disetrika terlebih dahulu. Akan butuh modal yang tinggi bila konsumen memintanya, apa lagi biaya listrik sangat mahal.
Mayang tidak berniat membantu ibunya karena dia masih marah. Ibunya tidak pernah memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan itu membuatnya seakan tidak ada artinya di hadapan keluarganya sendiri.
“Nduk?”, kata ibunya saat Mayang menonton TV malam ini.
Mayang hanya bergumam tanpa menoleh sedikit pun.
“Tolong kamu antarkan baju ini ke bu Retno, ibu capek nduk, seharian ini tadi sudah nyuci tujuh kali”, kata ibu Mayang sambil memijat sendiri pundak kanan dan kirinya bergantian dengan pijat kayu yang dibuatkan bapaknya dulu.
Mayang pun berdiri dan mengambil kantong baju itu tanpa mengatakan apa pun kepada ibunya, dia akan terus mogok berbicara bila ibunya tetap tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
Mayang menyusuri jalan yang tadi dilewatinya saat berangkat ke rumah bu Retno. Saat berangkat tadi memang sepi, namun sekarang di pertigaan ada sekelompok orang yang biasanya akan meminum minuman keras, dari wajah salah satu orang tersebut Mayang bisa mengenalinya bahwa itu adalah teman bapaknya.
Mayang berjalan sepelan mungkin berharap seseorang yang dia lihat dari tadi akan mengenalinya dan memanggilnya. Ternyata benar dugaan Mayang, lelaki yang seumuran dengan bapaknya itu berdiri di tengah jalan untuk menghalangi jalan Mayang.
“Dari mana?”, kata lelaki itu.
“Om tahu dimana bapak?”, tanya Mayang tak takut sedikit pun dengan keadaan yang dialaminya sekarang karena menurutnya tidak ada yang dia takutkan selain pikiran buruk yang berasal dari kepalanya sendiri.
Tidak ingin semakin larut dalam kesedihannya, Mayang bangkit dari posisi tidur nya, berganti duduk di kursi kayu itu dan mulai menatap foto yang terpajang di dinding rumahnya satu persatu. Foto dari orang tuanya yang menikah, fotonya ketika kecil, TK, SD, dan ada dua foto adiknya yang baru lahir. Rio, senyumannya akan selalu membekas di hati Mayang.
Mayang tersenyum miris dan berdiri mendekati foto pernikahan orang tuanya, mengusap sayang foto yang tergantung di dinding itu dan berniat untuk mengambilnya. Namun sebelum foto itu bisa diraihnya, ada sesuatu yang menarik perhatian Mayang. Bufet yang menopang TV Mayang memang meninggi di bagian pojoknya, sehingga saat Mayang akan mengambil foto itu, sesuatu yang berkilau karena terkena sinar dari lampu seketika tertangkap oleh mata Mayang.
Mayang mengambilnya, membuka tutupnya dan mencium aroma yang sedikit menusuk syaraf hidungnya. Setelah dia tahu apa yang sedang dipegangnya saat ini, ia malah mendapatkan ide untuk mengusir rasa pusingnya.
~~~
Eric menjemput Mayang seperti biasa. Saat dia menunggu Mayang di teras depan, tidak sengaja Eric melihat tetangga Mayang yang juga akan berangkat ke sekolah yang sama dengan sekolahnya. Eric melambaikan tangan nya dan dibalas anggukan oleh anak itu.
“Aku tidak tau kalau sekolah kita sama, aku tidak pernah melihat mu?”, tanya Eric setelah mendekati anak itu.
“Iya, aku tidak suka basket dan tidak pernah menonton pertandinganmu, maaf”, jawab itu sambil tersenyum.
“Siapa nama mu? Aku Eric “, kata Eric memperkenalkan diri.
“Ria”, jawab anak itu sambil menaiki motor maticnya, “Aku berangkat dulu ya”, katanya lagi sambil berlalu. Meninggalkan Eric yang masih setia memperhatikannya.
Setelah anak yang bernama Ria itu tidak terlihat lagi Eric berpaling dan mendapati Mayang yang sudah duduk di atas motornya dengan bersiul seakan dia tidak melihat apa-apa tadi. Eric pun semakin melebarkan senyumannya dan menaiki motornya dengan susah payah karena Mayang tidak mau turun dari jok belakang motor Eric.
“Kamu kenal sapa tu anak?”, tanya Eric.
“Lah, kan kamu tadi yang kenalan, malah nanya aku lagi. Kamu gak cagar otakkan?”, tanya Mayang sedikit mendramatisir keadaan.
Eric yang mendengar perkataan konyol Mayang terus melajukan motornya tanpa melanjutkan rasa penasarannya lagi, karena akan percuma bila Mayang sudah mengeluarkan bakat reseknya.
Setelah sampai di parkiran Mayang segera turun dari motor Eric, melepas helmnya sendiri dan berlalu meninggalkan Eric yang masih heran dengan sikap diam Mayang kali ini. Meskipun dia sempat resek tadi, namun diam sepanjang perjalanan ke sekolah bukanlah gaya Mayang. Tapi Eric tidak berniat menanyakannya karena bila memang sudah tidak kuat menanggung masalahnya, Mayang pasti akan bercerita tanpa dia minta.
~
Saat ini Mayang mengikuti rapat OSIS yang membahas tentang kegiatan yang akan diselenggarakan di malam prom kelas 12. Meskipun dia sangat malas sekarang, Mayang tetap mengikuti jalannya rapat itu sampai selesai.
Seusai rapat banyak siswa dan siswi keluar dari ruangan itu, menyisakan tim inti dan Mayang yang memang sengaja menunggu anggota lain keluar agar suasana sedikit sepi dan tenang.
Dengan perlahan Mayang mendekati Alex, ketua OSIS yang menjabat saat ini, dan memberikan amplop yang sudah disiapkannya sejak tadi. Duduk di samping Alex dan menyodorkan amplop itu tepat di hadapannya.
“Apa ini?”, tanya Alex yang sebenarnya sudah tahu apa isinya, namun dia memancing agar Mayang bisa berbicara secara langsung saja, agar lebih santai.
“Surat pengunduran diri aku kak, sebagai anggota OSIS.”, jawab Mayang.
“Apa ada yang membuat mu tidak nyaman?”, tanya Alex lagi.
“Enggak kak”, jawab Mayang sambil menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa fokus ke karate dan beberapa hari kedepan aku juga repot kak, nanti malah menjadi beban saja. Jadi aku putusin mundur aja kak”, imbuh Mayang lagi.
Alex menganggukkan kepalanya, “Kalau kamu mau kembali aku pasti akan menyiapkan satu kursi untukmu dan bila ada yang mengganggu kamu, jangan sungkan cerita sama aku, okey?”, kata Alex sambil menepuk pundak kanan Mayang.
Mayang pun mengangguk dan tersenyum ke arah Alex, “Trimakasih kak”, kata Mayang sambil berdiri dari duduknya.
Setelah bersalaman dengan anggota inti OSIS, Mayang keluar dari ruangan itu dengan perasaan yang sangat lega.
Marco yang berada di ruangan itu pun mengikuti Mayang saat dia keluar dan menghentikan langkah Mayang yang akan menjauh dari tempat itu. “Apa kita bisa bicara sebentar cantik?”, tanya Marco setelah berhasil menangkap pergelangan tangan kiri Mayang.
Mayang mengangguk, dan disini lah sekarang mereka berada, di taman belakang sekolah ditemani cuitan burung gereja Eresia yang berkoloni tidak terlalu banyak. Saling bersautan satu sama lain seakan mengabarkan kabar gembira.
Setelah Mayang duduk di bangku yang dipilih Marco, Marco meninggalkannya. Mayang yang memang tidak bersemangat hari ini hanya duduk diam tanpa melakukan kegiatan apa pun.
Tidak terlalu lama dan Marco kembali dengan beberapa snack dan dua botol minuman dingin. Meletakkan kantong snack itu dan satu botol minuman di sebelah Mayang, kemudian membuka satu botol yang dipegangnya sendiri dan memberikannya untuk Mayang.
Mayang menerima minuman itu, meminumnya dan tersenyum masam ke Marco.
“Apa ada sesuatu?”, tanya Marco.
“Tidak, aku hanya tidak yakin bisa terus aktif di kegiatan itu”, jawab Mayang.
“Dimana kita bisa bertemu kalau kamu keluar dari OSIS? Padahal meskipun hanya melihat mu saja aku sudah senang”, kata Marco lagi sambil membuka botol satunya dan meminumnya sendiri.
“Aku tidak pindah sekolah kak, aku hanya tidak ikut anggota OSIS lagi. Aku juga masih aktif di karate”, jawab Mayang yang kembali memiliki semangat saat ada yang memperhatikannya.
“Baik lah, aku akan ikut karate mulai sekarang”, jawab Marco sambil tersenyum ke arah Mayang.
Mayang yang melihat jawaban konyol Marco tertawa dan menggelengkan kepalanya, meletakkan minuman yang dipegangnya dan meraih kantong yang berisi snack. Memilih apa saja yang ada di dalam sana, setelah menemukan satu yang dia inginkan, mengambilnya dan membukanya. Mengambilnya satu dan memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri.
Setelah selesai mengunyah satu keping snack rasa kentang, Mayang menawarkan snack yang dipegangnya kepada Marco namun Marco menggeleng karena tidak terlalu suka makan snack yang memiliki penyedap terlalu kuat seperti yang dimakan Mayang saat ini.
Bukan Mayang namanya kalau dia tidak berhasil membuat Marco memakan snack itu. Mayang mengambil satu keping snack itu dan menyuapkannya ke Marco namun Marco tetap saja menolaknya, “Ayo lah kak, ini sangat enak”, rayu Mayang yang masih menyodorkan snack yang dipegangnya.
“Aku tidak suka makanan itu cantik”, tolak Marco sambil menjauhkan mulutnya karena tangan Mayang terus mendekat ke arahnya.
“Sekali saja kak, pasti akan ketagihan nanti”, rayu Mayang sambil terus mendekatkan tangan nya ke mulut Marco.
“Okey, sekali saja dan tidak lagi nanti”, jawab Marco mengalah.
Marco membuka mulutnya dengan senang hati meskipun dia tidak menyukainya, tetapi ketika Mayang yang memintanya akan lain cerita nya. Marco membuka lebar mulutnya dan bersikap menerima suapan snack dari Mayang, namun kejadian yang dialaminya cukup mengejutkan bagi Marco, Mayang melahap sendiri snack yang hampir berada di mulut Marco dan tertawa kekikikan setelahnya.
Marco yang sedikit terkejut mengerutkan alisnya dengan mulut yang masih terbuka bersiap menerima suapan dari Mayang yang gagal, dan setelah sadar dari rasa terkejutnya Marco segera menggelitiki perut Mayang karena gemas dengan sikapnya.
Marco dan Mayang terus bergurau di taman itu sampai perasaan Mayang kembali membaik, memang Marco sangat pandai memikat hati Mayang.
Tanpa disadari kedua orang itu, ada seorang yang memperhatikan mereka dari tadi. Melihat senyuman keduanya yang mengisyaratkan ketertarikan antara satu dan lainnya. Semua orang pasti bisa membaca situasinya jika berada di posisi orang yang melihat pemandangan seperti itu. Cara mereka bercanda dan saling merayu seperti sepasang kekasih yang sedang dibuai asmara. Memang masa SMA ini sangat indah bagi siapa saja yang melewatinya.
~
Sudah berhari-hari bapak Mayang tidak pulang ke rumah. Atau mungkin Mayang saja yang tidak pernah bertemu dengan bapaknya. Meskipun beras dan lauk pauk tidak pernah kekurangan di sana, tapi sosok bapak sangat berarti bagi Mayang.
Semakin dia bertanya kepada ibunya semakin dia tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Baik ibu atau bapaknya selalu menyimpan rapat masalah yang sedang mereka hadapi.
Berbeda dengan Mayang yang selalu murung setiap hari, ibu Mayang malah sibuk dengan kegiatannya mencuci pakaian para tetangga yang membutuhkan jasanya. Hidup di pusat kota Malang menyibukkan semua warganya, akhirnya jasa cuci baju begitu diminati saat ini. Hanya bermodalkan detergen saja, karena semua baju pelanggan dikembalikan dalam keadaan kering tanpa disetrika terlebih dahulu. Akan butuh modal yang tinggi bila konsumen memintanya, apa lagi biaya listrik sangat mahal.
Mayang tidak berniat membantu ibunya karena dia masih marah. Ibunya tidak pernah memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan itu membuatnya seakan tidak ada artinya di hadapan keluarganya sendiri.
“Nduk?”, kata ibunya saat Mayang menonton TV malam ini.
Mayang hanya bergumam tanpa menoleh sedikit pun.
“Tolong kamu antarkan baju ini ke bu Retno, ibu capek nduk, seharian ini tadi sudah nyuci tujuh kali”, kata ibu Mayang sambil memijat sendiri pundak kanan dan kirinya bergantian dengan pijat kayu yang dibuatkan bapaknya dulu.
Mayang pun berdiri dan mengambil kantong baju itu tanpa mengatakan apa pun kepada ibunya, dia akan terus mogok berbicara bila ibunya tetap tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
Mayang menyusuri jalan yang tadi dilewatinya saat berangkat ke rumah bu Retno. Saat berangkat tadi memang sepi, namun sekarang di pertigaan ada sekelompok orang yang biasanya akan meminum minuman keras, dari wajah salah satu orang tersebut Mayang bisa mengenalinya bahwa itu adalah teman bapaknya.
Mayang berjalan sepelan mungkin berharap seseorang yang dia lihat dari tadi akan mengenalinya dan memanggilnya. Ternyata benar dugaan Mayang, lelaki yang seumuran dengan bapaknya itu berdiri di tengah jalan untuk menghalangi jalan Mayang.
“Dari mana?”, kata lelaki itu.
“Om tahu dimana bapak?”, tanya Mayang tak takut sedikit pun dengan keadaan yang dialaminya sekarang karena menurutnya tidak ada yang dia takutkan selain pikiran buruk yang berasal dari kepalanya sendiri.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved