Bab 4 Pria Perkasa (1)

by JavAlius 21:42,Feb 29,2020
Satu kata pergi, hampir meledakkan seluruh tempat, benar-benar mengguncangkan semua orang!

Siapapun tidak akan menyangka, aku seorang penakut dan anak mami, rupanya bisa meledak dan emosi, ini benar-benar matahari tebit dari barat.

Sufendi yang berdiri di depanku, lebih-lebih kaget dan terbengong, mulutnya terbuka dengan sangat lama, leawt beberapa saat, dia baru tersadar, seketika, dia langsung menarik bajuku, mengatakan padaku dengan sangat marah: “Chandra, kamu gila? Kamu berani berbicara begitu denganku, kamu percaya tidak aku akan membuatmu cacat?”

Suara sufendi baru reda, bunyi bel tanda masuk sudah berbunyi, siswa yang melihat kejadian itu langsung bubar barisan, sufendi juga tidak berani mengahabisiku saat jam pelajaran, dia hanya menggertakkan gigi, dan mengancamku: “tunggu saja kamu!”

Sambil berbicara, dia melepaskanku, masuk kedalam kelas.

Aku merapikan bajuku, lalu masuk kedalam kelas, menunggu guru.

Tidak berapa lama, wali kelas masuk kedalam kelas, karena fetrin sudah membantuku berhubungan dengan guru lain, sikap wali kelas kepadaku juga baik, dengan sopan dia menyuruhku masuk kedalam kelas, dan menyuruhku duduk ditempat yang sudah dia sediakan.

Aku masuk kedalam kelas, disambut oleh tatapan seluruh murid dikelas, aku mengabaikan semua semua komentar jahat yang masih ada, tatapanku dengan cepat menyapu seluruh kelas, aku ingin melihat bayangan si olive, tapi, aku sudah melihat seluruh kelas, tetap saja tidak kelihatan olive, seketika, separuh hatiku merasa dingin.

Jam pelajaran, aku dengan pelan bertanya pada teman sebangku ku, saat itu aku baru tau, olive sejak kejadian dipukul ibuku, tidak pernah ke sekolah lagi, dia sudah mengundurkan diri, sampai aku dengar, keluarga olive pindah, dia sudah tidak tinggal di kota ini lagi.

Mendengar jawaban ini, hatiku tambah kecewa, aku memilih kembali ke sekolah untuk belajar, alasan terbesarku adalah bisa bertemu dengan olive lagi, tapi rupanya dia sudah pergi, malah sudah lenyap dari kota ini, seketika aku merasa kehilangan tujuan, aku sangat tidak menerima ini. Cuma, orangnya juga sudah pergi, hatiku sedih juga tidak ada gunanya, aku akan meletakkan seluruh hatiku di dalam belajar, mewujudkan harapan ibuku.

3 jam pelajaran sore hari lewat begitu saja, setelah pelajaran terakhir selesai, guru mengikuti bunyi bel pelajaran selesai pun pergi, tapi seluruh siswa di kelas belum ada yang pergi, termasuk aku.

Aku tau sufendi akan mencari masalah denganku, aku duduk ditempatku menunggu dia datang. Ternyata, tatapan seluruh siswa dikelas sedang menanti, sufendi membawa anak buahnya mendatangiku. Sampai didepanku, dia duduk didepan mejaku, lalu mengatakan padaku dengan nada yang sangat menyakitkan: “Chandra, mentalmu ternyata benar-benar besar ya, berani-beraninya galak denganku, kamu bilang masalah ini harus bagaimana?”

Olive tidak ada, sufendi mulai merasa dirinya adalah bos, dengan tampang yang sangat tengik.

Aku tidak bodoh, aku tau sufendi ingin memerasku. Aku mendonggakan kepala melihat wajahnya yang rendahan itu, lalu pelan-pelan berdiri, seketika, aku memaksakan diri mengeluarkan sebuah senyuman, dengan hormat mengatakan padanya: “maaf, kak sufendi, mood ku lagi jelek, sudah menganggumu. Tapi aku sudah membawakanmu barang yang sangat bagus, khusus untuk menghormatimu!”

Sufendi setelah mendengar, langsung tersenyum lebar, dia tertawa mengatakan padaku: “masih tunggu apalagi, cepat keluarkan, lihat seberapa besar kamu menghormatiku!”

Aku menyeringai, lalu membuka tasku, tanganku mencari sebuah benda.

Sufendi melihat tasku, matanya memancarkan sebuah cahaya, dia sangat penasaran barang apa yang aku bawa. Cuma, menunggu aku mengeluarkan benda tersebut, dia langsung terbengong, karena, yang aku keluarkan bukanlah barang berharga, tapi sebuah keramik. Disaat sufendi belum sadar apa yang terjadi, aku dengan sekuat tenaga membanting keramik kekepalanya!

Suara “buk” yang sangat keras, sufendi langsung terjatuh.

Ruang kelas seketika langsung ramai, suara teriakkan kaget terdengar jelas! Semua orang kaget karena kejadian ini, ekspresi wajah setiap orang hanyalah kaget hingga tidak dapat berkata apa-apa, sedangkan sufendi, dari kepalanya mengalir darah yang hangat terjatuh di bawah sambil berteriak, dia sambi berteriak kesakitan sambil berteriak penuh dengan emosi: “maju semuanya, habisi sampah ini!”

Anak buah sufendi setelah mendengar, langsung maju menghadapiku.

Aku masih tetap berdiri ditempatku, dengan sombong melepaskan topi yang aku gunakan, menunjukkan kepala botakku, ketika semua orang ragu, mataku memerah, aku berteriak hingga serak: “hari ini siapa yang berani menyentuhku, akan aku bunuh!”

Teriakkanku, seperti petir yang menyambar, dengan kepala botakku, seluruh tubuhku dipenuhi dengan kemampuan pengelakan. Segera, anak buah sufendi menghentikan langkah kakinya, mereka tidak berani menyentuhku, hanya saling memandang!

Tatapan dinginku sudah memandang mereka, berteriak meremehkan mereka, lalu tatapan seluruh siswa dikelas, menggendong tas masing-masing, dan pergi!

Sampai aku diluar sekolah, dibelakang tidak ada satu orangpun yang mengejar, aku tahu, beberapa orang tadi sudah aku buat kaget. Tanpa sadar, hatiku sedikit lega, saat itu, aku baru sadar, punggungku mengeluarkan keringat dingin.

Ini pertama kali aku menyadari dalam hidupku, jujur saja, sebelumnya aku tidak yakin akan membuat mereka kaget, tapi aku sangat jelas, dan coba bertaruh.

Aku sudah menyadari dari awal, kehilangan perlidungan dari ibuku, tidak ada satu hari yang tenang disekolah, di sekolah pasti tidak aka nada hari yang baik, pasti banyak orang-orang yang brengsek yang mengangguku, jika aku tidak ingin diganggu, hanya bisa mengandalkan diri sendiri untuk berbuat kejam. Didunia ini, berbuat baik takut akan kejahatan, kejahatan takut akan jalan lurus, yang berjalan lurus takut akan kehilangan nyawa. Hari ini aku menghabisi yang jahat agar semua siswa takut, ini hal yang aku rencanakan dari awal, sayangnya, sufendi yang membuat dirinya menjadi korban, pas sekali menjadi bahan percobaan aku hari ini!

Masalah aku membotakkan kepalaku, awalnya bukan karena ingin membuat orang kaget, tapi karena rambutku sudah Panjang, seperti wanita, siswa lain merasa aku seperti banci. Jadi, aku memutuskan untuk mengubah diriku sendiri, maka dari itu, mulai dari rambut, aku membotakkan kepalaku, dengan begitu tidak ada yang menganggapku seperti wanita. Syukurnya, aku sudah berhasil satu langkah, dengan lancer keluar dari sekolah.

Sampai diluar sekolah, aku memandang keatas, menarik nafas dalam-dalam, seketika, aku melihat jembatan merah di seberang sana. Ada mobil yang masuk, bibi fetrin yang duduk di bangku pengemudi menanyakanku: “bagaimana? Benar-benar berkelahi?”

Dengan santai aku menjawab: “Ia, menonjok kepala orang, bibi fetrin, kamu bisa bantu aku selesaikan?”

Bibi fetrin menganggukan kepala: “tidak masalah, aku akan sekuat tenaga memberi keadilan padamu, sekumpulan preman itu, harus beri pelajaran pada mereka, jika tidak akan selalu menganggu hidupmu!”

Aku tersenyum sedikit, tidak mengatakan apa-apa lagi. Hari ini sebelum pulang sekolah, aku sudah mengatakan pemikiranku kepada bibi fetrin, aku bilang kemungkinan hari ini aku akan berkelahi, membuat orang lain takut, kedepannya orang lain tidak mudah mengangguku. Memanggil wali siswa, selamanya hanya mengobati masalah tapi tidak mengobati dasar masalah, cuma diri sendiri tega, barulah bisa menyelesaikan masalah ini.

Bibi fetrin sangat setuju dengan pemikiranku, dia sengaja mengantarku dengan mobil kesekolah, setelah itu selalu menungguku didepan sekolah, kapanpun untuk menjemputku, dan dengan mudah menghadapi keadaan darurat yang akan terjadi. Sekarang melihatku tidak ada masalah, bibi fetrin juga tenang, dia bersiul, mengendarai mobilnya, dan pergi dengan cepat.

Saat itu, aku baru menyadari, melawan, ternyata sebuah hal yang menyenangkan.

Tahun itu, aku berusia 15 tahun, remaja, dan memiliki kehidupan yang sangat indah!

Kemudian, fetrin membantuku membayar ganti rugi taguhan medis sufendi, masalah akhirnya selesai. Sejak saat itu sufendi tidak mencari masalah denganku lagi, siswa lain juga tidak berani mengangguku lagi, aku tidak tahu apaka mereka mengejek dibelakangku, setidaknya, didepanku, semuanya menjauh dariku. Tentu saja, ini bukan karena kemampuan ku untuk melawan, tapi yang utama karena aku memiliki ibu seorang pembunuh, bisa dibilang, aku membawa sbuah identitas, anak seorang pembunuh. Ternyata aku dari pengecut, tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang memecahkan kepala orang, dengan begitu, siapa yang tahu orang gila sepertiku juga bisa membunuh orang. Dengan begitu, tidak ada yang berani mencari masalah denganku, begitu juga, kehidupan SMA ku, barulah bisa tenang.

Download APP, continue reading

Chapters

537