Bab 13 Rasa Cemburu di Pesta Ulang Tahun Sam (1)

by Lucy Liestiyo 13:31,Jan 16,2021
Dua tahun sebelumnya (Pertengahan Mei 2016, di Ruang Keluarga Kediaman Arya ...)

Kemeriahan pesta ulang tahun Sam, Anak tunggal dari pasangan Arya dan Susan yang berusia 4 tahun, baru saja berakhir sekitar satu setengah jam yang lalu. Tatapan bersemangat dari mata anak laki-laki yang menggemaskan itu tampak mulai memudar, bersaing dengan rasa kantuk yang mulai menyerangnya. Gerakan tangan kecilnya membuka berbagai kado ulang tahunnya, berangsur-angsur melambat. Terlihat juga, mulut mungilnya menguap untuk kesekian kalinya.
Sam mendengakkan wajahnya. Matanya menatap sayu.
"Tante Ara, menurut Tante gimana kalau Sam lanjutkan membuka hadiahnya besok saja dan beristirahat sekarang? Sam sudah mengantuk, Tante. Sam mau bobok,” kata Sam kepada Ezra, saat dia berbalik ke Ezra yang sedang memangkunya. Mata Bocah itu tertuju pada paras Ezra, Adik bungsu dari Ayahnya. Seolah-olah dia perlu untuk meminta persetujuan dari Ezra dulu.
Tidak hanya mengangguk menanggapi Sam, Ezra juga mengusap kepala bocah itu, menghadiahinya dengan ciuman sayang di pipi dan kepala Keponakannya yang berwajah menggemaskan.
Sam tersenyum senang.
"Terima kasih ya Tante Ara. Soalnya Tante sudah membuatkankan Sam pesta ulang tahun yang spesial seperti ini. Sam suka," ucap Sam setelah mencium kembali pipi Ezra dengan penuh kasih. Seolah itu belum cukup, dia mengubah posisi duduknya di pangkuan Ezra dan melingkarkan tangan kecilnya yang lembut di leher Sang Tante. Mata jernih bocah itu bertemu dengan mata Ezra, diikuti oleh senyuman manis di bibirnya. Dan seperti biasa, mereka berdua saling menempelkan dahi mereka dan menggerakkannya ke kanan kiri secara perlahan beberapa kali. Kemudian mereka tertawa bersama.
"Hmmm..., I love you Sam," kata Ezra kemudian.
"I love you too, Tante Ara," balas Sam dengan ekspresi yang menggemaskan.
Meski telah sering melihat adegan serupa bila Ezra dan Sam bertemu, tak urung detail ini masih membuat anggota keluarga Ezra yang berkumpul di ruang keluarga tersenyum. Kecuali Venus, si Anak tengah yang tidak lain adalah Kakak kedua Ezra. Dia melirik mereka berdua dengan perasaan iri.
Pasalnya, interaksi Venus dengan Sam tidak berjalan semulus itu jika dibandingkan dengan interaksi Ezra dan Sam. Sebagai anak kecil, mungkin saja Sam mempunyai perasaan yang lebih peka. Dia merasa bahwa Venus tidak sabaran, jarang menunjukkan kesabaran saat menemaninya bermain apapun. Di mata Sam, yang dilakukan Venus jauh berbeda jika dibandingkan dengan Ezra, Tante kesayangannya yang selalu ceria dan bersemangat setiap kali bertemu dengannya. Ya, Ezra yang mau diajak bermain apa saja dengannya. Sungguh tak mengherankan bila Sam begitu lengket dengan Ezra.
"Sam, Sam mau diantarkan sama Tante Ara ke kamar tidur kamu sekarang?" Susan, ibu Sam, yang mendekati mereka berdua menanyai Bocah kecil itu.
Pertanyaan itu langsung disambut anggukan kepala Sam dan seulas senyum.
Susan mengacungkan dua ibu jarinya sekaligus dan membalas senyum Putranya lalu berkata, “You will get what you wanted, Dear.”
Susan menepuk lembut pipi Anak kesayangannya lalu menatap Ezra dan mengucapkan, “Ayo Ra! Kita bawa Sam ke kamarnya." Sementara tangannya masih mengelus kepala Sam, Susan mengangguk Ke Adik Iparnya itu.
Sam menoleh sebentar kepada ibunya. Bocah pintar itu jelas tidak ingin cepat-cepat melepaskan pegangannya pada Ezra. Bahkan, dengan penuh kemanjaan, Sam menyandarkan kepalanya di dada Sang Tante. Bocah kecil itu tampak nyaman dengan posisi seperti itu.
Maka Ezra menggendong Sam mendekati Arya, kakak tertuanya, Pak Aswin dan Bu Meta, orang tua mereka, Frans, suami dari Venus dan akhirnya Venus. Semata agar Sam, yang menjadi pusat perhatian mereka, bisa mengucapkan selamat malam kepada mereka, lalu mencium pipi mereka satu per satu.
“Sayang, apa yang kubilang juga? Dia itu memang sudah pantas jadi Ibu, sebetulnya. Sudah super luwes begitu kok, ngurus Anak kecilnya,” bisik Venus ke telinga Frans, kala mengamati Sang Adik yang berlalu dari ruang keluarga bersama Susan, dan mengantar Sam ke kamar tidurnya. Senyuman penuh arti tersungging di bibir Venus, membayangkan betapa percakapan malam ini akan berjalan lancar, seperti yang diharapkannya.
Tak pelak, Venus terbayang masa kecil yang ia habiskan bersama Ezra, adik bungsunya itu.
Meskipun sesungguhnya itu merupakan waktu yang agar kabur bagi Venus. Pasalnya, pada saat itu usianya tidak memungkinkan dia untuk mengingat semua kejadian dengan jelas. Yang ia tahu dan masih terkenang hingga kini, adalah betapa saat itu sebuah pemikiran hinggap di kepalanya. Ya, saat-saat ia merasa posisinya sebagai anak tengah sering terabaikan. Situasi yang tidak hanya menghalanginya untuk menunjukkan kasih sayang kepada Ezra, Adik perempuannya itu. Melainkan lebih dari itu, juga menaburkan benih ketidakcocokan di antara mereka berdua.
He he he, tapi itu sudah lama sekali. Seiring berjalannya waktu, toh kecemburuanku terhadap Ara berangsur-angsur memudar, sedikit demi sedikit. Ya iya sih, aku masih kerap menganggap Ara tuh saingan beratku dalam mendapatkan perhatian keluarga besar kami. Tapi aku nggak akan menyangkal, ada sebuah kecintaan mendesak yang menuntut untuk diungkapkan melalui tindakan nyata, bisik hati Venus, yang bangga dengan semua pencapaian Adik bungsunya itu.
Apalagi saat ini, kasih sayang itu dibungkus dengan kebanggaan, karena Ezra cukup sukses di bisnis barunya, event organizer yang baru berjalan sekitar sebelas bulan ini. Prestasi yang cukup bagus untuk wanita bertubuh langsing dengan mata bening bak telaga, di usia yang relatif muda pula! Sebeum memulai bisnis pribadinya itu, Ezra sempat bekerja sebagai bagian Humas yang sangat diandalkan oleh perusahaan tempatnya bekerja, semenjak dirinya duduk di semester tiga hingga satu setengah tahun yang lalu.
Faktanya, Ezra, Gadis cantik dengan rambut hitam tebal dan poni yang setia menjuntai di keningnya itu, mengikuti jejak Arya, memulai bisnis pribadi yang sangat berbeda dengan bisnis Orang Tua mereka. Kedekatan Ezra dengan Arya dan Susan, yang telah menjalankan perusahaan periklanan segera setelah keduanya bertunangan, tampaknya memberikan ide kepada Ezra untuk menekuni bidang Event Organizer. Itu benar-benar pilihan yang tepat untuk Ezra, mengingat luasnya lingkup pegaulannya serta fleksibilitasnya dalam membawa dirinya.
Sambil menunggu kembalinya Ezra dan Susan ke ruang keluarga, Venus sedikit menyeringai. Dibiarkannya kenangan masa kecilnya bersama Ezra terbayang-bayang di pelupuk matanya.
Kilas balik dimulai ...
Perbedaan usia antara empat setengah tahun seolah menghalangi Venus dan Ezra untuk 'terhubung satu sama lain'. Begitu Ezra lahir, Venus langsung merasakan eksistensinya sebagai Si Imut yang terkecil dan si Pusat perhatian', tereliminasi. Sebelum Ezra lahir, Venus sangat menikmati perasaan menjadi yang paling disayang dalam keluarga, dan dia senang menjadi satu-satunya putri kecil! Terpaut tak sampai tiga tahun dari Arya, Kakaknya, juga membuatnya merasa nyaman dan terlindungi. Selama waktu itu Venus merasa bebas untuk bermanja-manja kepada Orang tuanya maupun dan Kakak laki-lakinya itu.
Merengek minta dibelikan mainan baru kepada Pak Aswin, Sang Ayah yang merupakan pengusaha furnitur sukses, sudah bagaikan menu wajib Venus. Sedangkan kepada Bu Meta, ibunya yang pandai membuat kue dan camilan lezat itu, Venus menuntut agar rutin dibuatkan berbagai kue kecil dengan bentuk yang unik hampir di setiap harinya. Tujuannya agar bisa ia pamerkan kepada semua temannya di sekolah. Dia bangga dan amat menikmati sorot kagum teman-temannya kala melihat tampilan bekalnya.
Itulah gambaran Si kecil Venus yang selalu bersorak gembira saat ibunya membelikan gaun berthema putri untuknya, yang membuatnya merasa seperti putri sejati saat mengenakannya. Dengan bersemangat Venus akan berputar-putar di depan cermin, menari, berjinjit dan meloncat, tersenyum sendirian dan melakukan pose favoritnya, setengah menunduk sambil menempelkan kedua telapak tangan di pipinya.
Sementara kepada Arya, sang Kakak, Venus tak segan-segan meminta ditemani bermain. Ia tak peduli, meski terkadang Arya nyaris bertengkar dengannya dan mengeluhkan bahwa jenis permainan yang disukai Venus tidak selalu cocok untuknya sebagai laki-laki.
Suatu ketika ketika Venus memaksa Arya bermain dengan peralatan masak plastik atau koleksi boneka Barbie yang dimilikinya, Arya yang sedang kesal langsung menolak dan berkata, "Itu mainan anak perempuan. Aku nggak mau. Kamu main sendiri saja sana! Atau sama Mbak Ecih."
Namun seorang Venus bukanlah Orang yang dengan mudah menerima penolakan. Ia tidak mau peduli.

Download APP, continue reading

Chapters

84