Bab 20 Perjodohankah Ini? (3)
by Lucy Liestiyo
12:12,Jan 17,2021
"Hei ..., Ara! Coba pikir deh! Apa menurutmu menemukan jodoh itu bisa dilakukan secara virtual? Hel ... loooouwww? Bisa gitu, ketemu jodoh online? Ya maksudku bukan jodohyang sembarang, ya, tapi jodoh yang baik! Yakin kamu, jodoh yang baik bisa kamu dapatkan secar daring, begitu?" kecam Venus, seolah-olah dia yang paling berkepentingan dengan percakapan yang tengah berlangsung.
Ezra belum sempat menjawab, hatinya sudah disesaki oleh rasa kecewa.
Sudah begitu, dia juga mengamati gerak-gerik Sang Ibu. Di mata Ezra, ibunya yang diharapkannya netral, sepertinya terang-terangan memihak Venus.
“Ara sayang, tolong jangan tersinggung. Dan juga jangan merasa bahwa kami terlalu mencampuri urusan pribadimu atau malah mendesakmu. Sebenarnya Ara…, apa yang dikatakan Venus itu benar. Kamu itu terlalu sibuk dengan aktivitasmu. Jujur saja, kami semua bangga banget dengan itu. Namun Ara sayang, kami khawatir kalau kamu maupun..., Elbi, terlampau cuek danmengabaikan kehidupan pribadi kalian. Sayang, yang namanya jodoh itu, enggak mungkin datang tiba-tiba atau dengan cara menunggu dan menunggu saja. Harus ada upaya dari kedua belah pihak agar mereka bisa bertemu satu sama lain dan akhirnya terhubung satu sama lain," Bu Meta menjelaskan dengan lebih datar dan sangat hati-hati.
Entah karena dirinya dalam keadaan terdesak atau sengaja menutup celah agar tidak ada konflik lain, Ezra mendengar Bu Meta menjelaskan argumen Venus. Venus tampak senang mendengarnya. Di saat yang sama, Ezra semakin kecewa.
Venus menatap penuh kemenangan. Ezra tak dapat berdiam diri lagi. Pikirnya, ini saatnya untuk membela diri. Dia tidak mau disudutkan terus oleh Kakak perempuannya lagi.
“Maumu apa sih kak Ve?”
Suara keras Ezra tidak terhindarkan.
“Bukan mauku. Tapi apa yang harus kamu lakukan. Itu intinya.”
Balasan Venus jelas dipenuhi dengan tekanan berat. Keduanya kembali bertengkar sekarang. Setiap kali suara Ezra naik, Venus menyahutinya dengan tak kalah garang. Seperti penyanyi yang mencoba pamer, setiap kali naik satu oktaf. Alhasil, Ezra semakin terpojok saja.
Ketika dia bosan berdebat dengan Venus dan sepenuhnya menyadari bahwa dia bukanlah sosok yang seperti itu, Ezra berhenti bersuara. Ia menatap Pak Aswin serta Arya secara bergantian, berharap mendapat sedikit dukungan dari mereka. Ternyata harapannya sia-sia. Kedua Pria itu masih saja diam.
Jika berharap Frans segera membawa pulang Venus, rasanya mustahil bagi Ezra. Ezra tahu, meski Frans bukan termasuk kategori 'Suami takut Istri', namun Ezra sangat paham bahwa Frans sangat enggan berselisih paham dengan Venus. Ezra ingat, sikap Frans yang malas ribut dan cenderung mengalah kepada Sang Istri lah, yang selama ini dibanggakan oleh Venus. Dia juga ingat bagaimana Venus mengklaim bahwa sikap Frans yang demikian itu selalu berhasil membuat hatinya semakin luluh dan semakin mencintai Sang Suami.
Fix. Situasinya sama sekali nggak berpihak ke aku. Aku yang harus bertindak dan mengakhiri semua ini. Sebelum mood-ku telanjur hancur total, pikir Ezra sambil bangkit berdiri pada akhirnya.
Dia menarik napas dalam-dalam, mengundang ketenangan untuk menyusup ke dalam hatinya, selain terus berusaha menetralkan amarahnya. Dia memandang kedua Orang Tuanya, siap untuk mengungkapkan hatinya.
"Baiklah. Oke, Ara mengerti, betapa besar arti persahabatan antara Papa, Mama dan mereka. Mungkin, almarhum Bibi Yola ingat akan sebuah..., ah entahlah apa namanya? Semacam kesepakapatan, di akhir hidupnya. Kesepakatan yang dibuat tanpa diketahui oleh aku sama Elbi. Tapi.., perjodohan? Oh Ayolah, Pa, Ma! Kumohon! Ini merupakan era milenial. Ara tegas menolak perjodohan. Lagi pula, Ara sudah punya Pacar! Tolong cari cara untuk membatalkan kesepakatan itu, tanpa harus merusak hubungan baik yang telah terjalin selama ini," keluh Ezra dengan wajah masam. Di momen ini, nada suara Ezra terdengar seperti seseorang yang tengah putus asa, tidak lagi setinggi atau sedingin seperti di awal pembicaraan.
Mendengar ini, Venus langsung mendapat semacam tanda, ada ketidakmantapan serta keraguan dalam kalimat Ezra. Dan dia dapar meraba-raba apa gerangan penyebabnya.
"Bilang lagi coba? Pacar? Siapa maksudmu, Ara? ” Ejek Venus.
Baru saja Ezra hendak menjawab, Venus kembali menyela. Sedangkan Bu Meta juga heran. Sepertinya dia ingin bertanya langsung pada Ezra.
“Pino, maksudmu? Orang nggak jelas yang pernah secara tak sengaja kamu singgung ke aku?”
Ezra meradang, tapi Venus tak peduli.
“Apa? Mau protes? Memang kenyataan kan? Dia itu antara ada dan tiada. Nggak ada satu orang pun di antara kita semua yang ada di ruangan ini yang pernah melihat langsung bagaimana tampilannya! Ya kecuali kamu, yang mungkin saja, dalam angan-anganmu itu!” olok Venus seenaknya.
“Ve!” tegur Pak Aswin.
Bu Meta mengerutkan kening dan tampak tergerak untuk meminta kejelasan.
Venus pura-pura tak mendengar. Juga enggan memberi kesempatan kepada Bu Meta.
“Ra, okelah, kita anggap yang namanya Pino itu benar ada. Tapi kita-kita semua di sini nggak ada yang tahu bagaimana fisiknya, bagaimana sikapnya terhadap kamu, apa pekerjaannya, bagaimana latar belakang keluarganya, kita semua enggak pernah tahu! Terus, apa perlunya kita perhitungkan dia? Entah dia manusia atau setan, yang jelas dia nggak pernah datang ke rumah buat menunjukkan batang hidungnya di depan Papa dan Mama. Oh ayolah Ara! Pikirkan baik-baik! Ini tentang hidup kamu, masa depan kamu sendiri, tahu kan? Serius, Ra, kepada Orang seperti itu, kamu mau bertaruh dan mempercayakan diri kamu, memberikan hati kamu? Kepada Pria seperti itu, kamu mau mempercayakan impian masa depan kamu? Oh, tolong deh Adikku tersayang! Pakai dong otakmu yang cerdas itu, bukan hanya hatimu yang telah terkontaminasi oleh rayuan kata-kata dia!” sebelum Bu Meta berbicara, Venus lebih dulu mengucapkan pernyataan yang sangat panjang.
Seketika Ezra terperangah. Seandainya saja dia bisa Jujur saja, dia amat muak dengan komentar pedas Venus. Di telinganya, itu terlalu detail dan menghakimi. Mulutnya sudah gatal ingin menegur Venus untuk mengingatkan bahwa ini bukan urusan Venus.
Tapi apa yang harus kukatakan? Bukan tanpa alasan kalau aku nggak, atau tepatnya belum memperkenalkan Pino kepada Papa dan Mama. Waktunya yang lebih ada. Aku sangat memahami apa yang dikatakan Pino, bahwa target yang diberikan kepadanya terus meningkat, menuntut agar ia berkonsentrasi penuh. Apalagi selama ini, kami berdua juga lebih sering bertemu karena pekerjaan kami. Nggak mungkin dong aku ngasal, memaksa Pino seperti Cewek yang sudah kebelet kawin, Cewek yang segitu kepengennya sama sebuah hubungan serius? Ih, bukan aku banget! Kata Ezra dalam hati.
Ezra mengingat-ingat, memang ada sejumlah kencan di akhir pekan dengan Cowok itu. Ya, bagaimana dia bisa lupa? Pino sendiri yang senantiasa mengatur untuk bertemu di tempat makan malam romantis yang telah dipilihnya secara cermat. Usai makan malam romantis, biasanya mereka yang memang kurang suka menonton film di bioskop, memilih segera kembali ke apartemen Ezra. Pernah satu kali dilanjutkan dengan kembali bercengkrama, namun selebihnya, Pino langsung pamit untuk pulang. Hanya sebatas itu.
Ezra mendesah lirih. Selintas keraguan merundungnya. Dan dasar Venus masih mengamatinya, ia melancarkan serangan lanjutan.
“Ara, kalau menjalin hubungan itu jangan sama sembarang Cowok. Jangan asal pilih. Buat apa kamu membuang-buang waktumu? Nih, aku kasih unjuk Cowok yang sudah jelas berkomitmen dari awal untuk hubungan serius. Sayang, dari kencan pertama kita saja, kamu sudah menunjukkan hal itu, kan? Kamu menunjukkan dirimu di depan Papa dan Mama, dan minta ijin ke mereka sebelum mengajakku makan di luar sama kamu,” ucap Venus.
Dan untuk memberikan efek dramatis, Venus menatap lekat wajah Frans lalu tanpa malu-malu mencium bibir Frans di depan seluruh keluarganya.
Ezra belum sempat menjawab, hatinya sudah disesaki oleh rasa kecewa.
Sudah begitu, dia juga mengamati gerak-gerik Sang Ibu. Di mata Ezra, ibunya yang diharapkannya netral, sepertinya terang-terangan memihak Venus.
“Ara sayang, tolong jangan tersinggung. Dan juga jangan merasa bahwa kami terlalu mencampuri urusan pribadimu atau malah mendesakmu. Sebenarnya Ara…, apa yang dikatakan Venus itu benar. Kamu itu terlalu sibuk dengan aktivitasmu. Jujur saja, kami semua bangga banget dengan itu. Namun Ara sayang, kami khawatir kalau kamu maupun..., Elbi, terlampau cuek danmengabaikan kehidupan pribadi kalian. Sayang, yang namanya jodoh itu, enggak mungkin datang tiba-tiba atau dengan cara menunggu dan menunggu saja. Harus ada upaya dari kedua belah pihak agar mereka bisa bertemu satu sama lain dan akhirnya terhubung satu sama lain," Bu Meta menjelaskan dengan lebih datar dan sangat hati-hati.
Entah karena dirinya dalam keadaan terdesak atau sengaja menutup celah agar tidak ada konflik lain, Ezra mendengar Bu Meta menjelaskan argumen Venus. Venus tampak senang mendengarnya. Di saat yang sama, Ezra semakin kecewa.
Venus menatap penuh kemenangan. Ezra tak dapat berdiam diri lagi. Pikirnya, ini saatnya untuk membela diri. Dia tidak mau disudutkan terus oleh Kakak perempuannya lagi.
“Maumu apa sih kak Ve?”
Suara keras Ezra tidak terhindarkan.
“Bukan mauku. Tapi apa yang harus kamu lakukan. Itu intinya.”
Balasan Venus jelas dipenuhi dengan tekanan berat. Keduanya kembali bertengkar sekarang. Setiap kali suara Ezra naik, Venus menyahutinya dengan tak kalah garang. Seperti penyanyi yang mencoba pamer, setiap kali naik satu oktaf. Alhasil, Ezra semakin terpojok saja.
Ketika dia bosan berdebat dengan Venus dan sepenuhnya menyadari bahwa dia bukanlah sosok yang seperti itu, Ezra berhenti bersuara. Ia menatap Pak Aswin serta Arya secara bergantian, berharap mendapat sedikit dukungan dari mereka. Ternyata harapannya sia-sia. Kedua Pria itu masih saja diam.
Jika berharap Frans segera membawa pulang Venus, rasanya mustahil bagi Ezra. Ezra tahu, meski Frans bukan termasuk kategori 'Suami takut Istri', namun Ezra sangat paham bahwa Frans sangat enggan berselisih paham dengan Venus. Ezra ingat, sikap Frans yang malas ribut dan cenderung mengalah kepada Sang Istri lah, yang selama ini dibanggakan oleh Venus. Dia juga ingat bagaimana Venus mengklaim bahwa sikap Frans yang demikian itu selalu berhasil membuat hatinya semakin luluh dan semakin mencintai Sang Suami.
Fix. Situasinya sama sekali nggak berpihak ke aku. Aku yang harus bertindak dan mengakhiri semua ini. Sebelum mood-ku telanjur hancur total, pikir Ezra sambil bangkit berdiri pada akhirnya.
Dia menarik napas dalam-dalam, mengundang ketenangan untuk menyusup ke dalam hatinya, selain terus berusaha menetralkan amarahnya. Dia memandang kedua Orang Tuanya, siap untuk mengungkapkan hatinya.
"Baiklah. Oke, Ara mengerti, betapa besar arti persahabatan antara Papa, Mama dan mereka. Mungkin, almarhum Bibi Yola ingat akan sebuah..., ah entahlah apa namanya? Semacam kesepakapatan, di akhir hidupnya. Kesepakatan yang dibuat tanpa diketahui oleh aku sama Elbi. Tapi.., perjodohan? Oh Ayolah, Pa, Ma! Kumohon! Ini merupakan era milenial. Ara tegas menolak perjodohan. Lagi pula, Ara sudah punya Pacar! Tolong cari cara untuk membatalkan kesepakatan itu, tanpa harus merusak hubungan baik yang telah terjalin selama ini," keluh Ezra dengan wajah masam. Di momen ini, nada suara Ezra terdengar seperti seseorang yang tengah putus asa, tidak lagi setinggi atau sedingin seperti di awal pembicaraan.
Mendengar ini, Venus langsung mendapat semacam tanda, ada ketidakmantapan serta keraguan dalam kalimat Ezra. Dan dia dapar meraba-raba apa gerangan penyebabnya.
"Bilang lagi coba? Pacar? Siapa maksudmu, Ara? ” Ejek Venus.
Baru saja Ezra hendak menjawab, Venus kembali menyela. Sedangkan Bu Meta juga heran. Sepertinya dia ingin bertanya langsung pada Ezra.
“Pino, maksudmu? Orang nggak jelas yang pernah secara tak sengaja kamu singgung ke aku?”
Ezra meradang, tapi Venus tak peduli.
“Apa? Mau protes? Memang kenyataan kan? Dia itu antara ada dan tiada. Nggak ada satu orang pun di antara kita semua yang ada di ruangan ini yang pernah melihat langsung bagaimana tampilannya! Ya kecuali kamu, yang mungkin saja, dalam angan-anganmu itu!” olok Venus seenaknya.
“Ve!” tegur Pak Aswin.
Bu Meta mengerutkan kening dan tampak tergerak untuk meminta kejelasan.
Venus pura-pura tak mendengar. Juga enggan memberi kesempatan kepada Bu Meta.
“Ra, okelah, kita anggap yang namanya Pino itu benar ada. Tapi kita-kita semua di sini nggak ada yang tahu bagaimana fisiknya, bagaimana sikapnya terhadap kamu, apa pekerjaannya, bagaimana latar belakang keluarganya, kita semua enggak pernah tahu! Terus, apa perlunya kita perhitungkan dia? Entah dia manusia atau setan, yang jelas dia nggak pernah datang ke rumah buat menunjukkan batang hidungnya di depan Papa dan Mama. Oh ayolah Ara! Pikirkan baik-baik! Ini tentang hidup kamu, masa depan kamu sendiri, tahu kan? Serius, Ra, kepada Orang seperti itu, kamu mau bertaruh dan mempercayakan diri kamu, memberikan hati kamu? Kepada Pria seperti itu, kamu mau mempercayakan impian masa depan kamu? Oh, tolong deh Adikku tersayang! Pakai dong otakmu yang cerdas itu, bukan hanya hatimu yang telah terkontaminasi oleh rayuan kata-kata dia!” sebelum Bu Meta berbicara, Venus lebih dulu mengucapkan pernyataan yang sangat panjang.
Seketika Ezra terperangah. Seandainya saja dia bisa Jujur saja, dia amat muak dengan komentar pedas Venus. Di telinganya, itu terlalu detail dan menghakimi. Mulutnya sudah gatal ingin menegur Venus untuk mengingatkan bahwa ini bukan urusan Venus.
Tapi apa yang harus kukatakan? Bukan tanpa alasan kalau aku nggak, atau tepatnya belum memperkenalkan Pino kepada Papa dan Mama. Waktunya yang lebih ada. Aku sangat memahami apa yang dikatakan Pino, bahwa target yang diberikan kepadanya terus meningkat, menuntut agar ia berkonsentrasi penuh. Apalagi selama ini, kami berdua juga lebih sering bertemu karena pekerjaan kami. Nggak mungkin dong aku ngasal, memaksa Pino seperti Cewek yang sudah kebelet kawin, Cewek yang segitu kepengennya sama sebuah hubungan serius? Ih, bukan aku banget! Kata Ezra dalam hati.
Ezra mengingat-ingat, memang ada sejumlah kencan di akhir pekan dengan Cowok itu. Ya, bagaimana dia bisa lupa? Pino sendiri yang senantiasa mengatur untuk bertemu di tempat makan malam romantis yang telah dipilihnya secara cermat. Usai makan malam romantis, biasanya mereka yang memang kurang suka menonton film di bioskop, memilih segera kembali ke apartemen Ezra. Pernah satu kali dilanjutkan dengan kembali bercengkrama, namun selebihnya, Pino langsung pamit untuk pulang. Hanya sebatas itu.
Ezra mendesah lirih. Selintas keraguan merundungnya. Dan dasar Venus masih mengamatinya, ia melancarkan serangan lanjutan.
“Ara, kalau menjalin hubungan itu jangan sama sembarang Cowok. Jangan asal pilih. Buat apa kamu membuang-buang waktumu? Nih, aku kasih unjuk Cowok yang sudah jelas berkomitmen dari awal untuk hubungan serius. Sayang, dari kencan pertama kita saja, kamu sudah menunjukkan hal itu, kan? Kamu menunjukkan dirimu di depan Papa dan Mama, dan minta ijin ke mereka sebelum mengajakku makan di luar sama kamu,” ucap Venus.
Dan untuk memberikan efek dramatis, Venus menatap lekat wajah Frans lalu tanpa malu-malu mencium bibir Frans di depan seluruh keluarganya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved